Wednesday, March 23, 2011

Dialog antara Mata dan Hati

Mata adalah sebagai penuntun, sementara hati sebagai pendorongnya dan pemberi perintah. Bagi mata memiliki kelezatan memandang, dan bagi hati memiliki kenikmatan pencapaian. Dalam kecenderungan cinta, keduanya merupakan sekutu dalam kasih sayang. Namun ketika keduanya mengalami kesulitan dan berkumpul dalam derita, maka keduanya justru saling berhadapan untuk mencela lawannya dan menyalahkannya.

Maka hati berkata kepada mata, “Engkaulah yang telah menyeret aku ke dalam jurang kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan, karena aku mengikutimu dalam beberapa kejapan mata. Engkau yang mengajakku bersenang-senang dengan lirikan matamu di taman itu, dan engkau mencari kesembuhan dari kebun yang tidak sehat. Engkau menyangkal firman Allah Ta’ala, قل للمؤمنين “Katakan kepada pria-pria yang beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangannya..”, dan engkau sangkal pula sabda Rasul-Nya:

النظر إلى المرأة سهم مسموم من سهام إبليس فمن تركه من خوف الله عز و جل أثابه الله إيمانا يجد حلاوته في قلبه

“Pandangan kepada wanita adalah anak panah beracun dari panah-panah yang dilontarkan oleh iblis. Barangsiapa yang meninggalkan pandangannya itu karena takut kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan menganugerahkan kepadanya keimanan yang dia rasakan manisnya di dalam hati.” (diriwayatkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Ishaq, dari Muharib bin Ditsar dari Shilah dari Hudzaifah)

Mata mulai berkata kepada hati, “Engkaulah yang telah menzalimi aku sejak awal hingga akhir. Engkau kukuhkan dosaku lahir dan batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan sebagai penuntun engkau yang menunjukkan kepadamu jalan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda,

إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح لها سائر الجسد وإذا فسدت فسد لها سائر الجسد ألا وهي القلب

“Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan menjadi baik. Namun jika ia rusak, maka seluruh tubuh akan menjadi rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati (jantung).”

Tatkala limpa mendengar dialog antara hati dan mata serta perdebatan mereka berdua, maka limpa berkata, “Kalian berdua saling bahu-membahu untuk membinasakan aku dan membunuhku. Sungguh adil orang yang telah menggambarkan perdebatan kalian ini, dan mengharuskan lisanku untuk mengadu kepadanya tentang kezaliman kalian itu.

Mataku berkata kepada hati, kau telah memfitnah aku sehingga aku menderita
Mata menganggap bahwa hati yang menimpakan derita
Namun tubuh menjadi saksi atas kedustaan mata
Matalah yang membangkitkan hati sehingga menuai petaka
Andaikata bukan karena mata tentu tak akan ada derita
Hati bukanlah penyebab pada sebagian yang menjadi korbannya
Limpa merana sebagai korban yang teraniaya
Hati dan mata telah membelah aku
Karena mereka tidak tunduk kepada Allah Ta’ala

Disarikan dari kitab “Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin.” karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah.