Sunday, September 20, 2009

Pondok Mertua Indah

Sakinah - Vol. 5, No. 4

Serumah dengan mertua, bagi sebagian pasutri adalah hal biasa dan bukan masalah. Tapi bagi sebagian yang lain bisa menimbulkan masalah yang mungkin bisa mengancam keutuhan rumah tangga.

Banyak yang merasakan, tinggal serumah dengan mertua menjadikan rumah tangga kehilangan ‘kemerdekaan’ atau kebebasan, sehingga berakibat kurang bahagia dan harmonis. Terutama bagi yang memiliki mertua yang suka mengintervensi atau ikut campur tangan dalam masalah rumah tangga anaknya. Karena itu tidak mengherankan bila banyak pasangan yang lebih memilih ngontrak daripada tinggal serumah dengan mertua.
Sebenarnya, tinggal bersama mertua bisa diambil sisi positifnya juga. Selain gratis, mertua, khususnya yang masih awam, bisa menjadi ladang dakwah kita. Tentu ini adalah tantangan buat kita, untuk menunjukkan bagaimana Islam yang benar kepada mereka.
Agar tetap bahagia walau serumah dengan mertua, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, di antaranya:

Mengetahui dan Memahami Sifat dan Karakter Mertua


Sebagai menantu kita harus mengetahui sifat-sifat dan karakter mertua kita. Hal itu penting agar kita bisa lebih memahami mertua, sehingga bisa mengerti dan menyikapi dengan bijaksana terhadap berbagai sikap dan tingkah laku mertua. Untuk mengetahui sifat dan karakter mereka, kita bisa menggali informasi dari anak-anaknya, termasuk suami atau istri kita sendiri. Selain itu tentu juga melalui pengamatan kita sehari-hari.

Dengan memahami sifat dan karakter mertua, diharapkan kita juga bisa lebih luwes dalam bersikap terhadap mereka. Jika mertua bersifat lemah lembut dan sensitif, maka kita pun harus pandai-pandai dalam mengahadapinya, agar tidak mudah tersinggung dengan sikap, ucapan dan tingkah laku kita.

Jika ternyata mertua bersifat keras dan temperamental, maka selayaknya kita bersabar, dan tidak mudah tersinggung atas segala ucapan dan tindakannya. Tetaplah menghadapinya dengan sopan dan lemah lembut, insyaallah lama kelamaan mertua pun akan menaruh simpati pada kita.

Bersikap Sopan terhadap Mertua


Mertua adalah orang yang harus kita hormati sebagaimana kita menghormati orang tua kita. Karena itu, selayaknyalah kita senantiasa bersikap sopan terhadap mereka. Usahakan untuk tidak menyinggung perasaan mereka. Bila ingin mengungkapkan sesuatu yang kontra atau berseberangan dengan pendapat dan keinginan mereka, maka ungkapkanlah dengan hati-hati dan jauhilah sikap emosional. Sebagai orang yang lebih muda, selayaknya kita lebih bisa bersabar menghadapi mertua.

Berusaha Menyenangkan Hatinya


Agar kita bisa merasa nyaman hidup berdampingan dengan mertua, maka kita pun harus berusaha membuat mereka merasa nyaman bersama kita. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menyenangkan hati mereka, di antaranya:

  1. Selalu bermuka manis di hadapan mertua
  2. Bermuka manis di hadapan sesama muslim adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bila ini kita usahakan, insyaallah akan bermanfaat positif terhadap kelancaran komunikasi. Raut wajah yang cerah dan murah senyum, akan membuat mertua merasa lebih nyaman berdekatan dengan menantunya.
  3. Membantu pekerjaan rumah tangga
  4. Mertua tentu senang bila memiliki menantu yang rajin membantu pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, menyapu, dan sebagainya. Menjadi menantu laki-laki juga bisa membantu membersihkan halaman, kebun, membersihkan kamar mandi, atau membelah kayu bakar.
  5. Memberi uang belanja
  6. Bila mampu, usahakan memberikan uang belanja bulanan kepada mertua, lebih-lebih jika kebutuhan harian kita telah diurus atau ditanggung oleh mertua.
  7. Memberi oleh-oleh dan hadiah
  8. Sekali-sekali kita sebaiknya membelikan makanan atau barang yang disukai oleh mertua kita. Terutama jika kita pulang dari bepergian jauh, bawakanlah oleh-oleh untuk mereka. Selain itu, pada hari istimewa seperti Idul Fitri, berikanlah hadiah pada mertua berupa sarung, mukena, atau yang lainnya. Selain untuk menyenangkan hatinya, semua itu kita berikan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kita terhadap mertua.

Mengakrabi Mertua


Mertua adalah orang tua kita juga. Karena itu, sebisa mungkin kita harus berusaha akrab dengan mereka. Jangan sampai hubungan komunikasi menantu-mertua terasa kaku, padahal tinggal serumah. Bersama-sama menikmati teh hangat di pagi hari sambil membicarakan hal-hal yang menarik, merupakan salah satu kesempatan yang baik untuk mengakrabi mertua.

Kalau kita sudah akrab dengan mertua, maka hubungan komunikasi pun akan lebih lancar. Insyaallah, bila kita berniat mendakwahi mereka pun, akan lebih mudah mereka terima.

Itulah beberapa hal yang bisa kita lakukan tinggal serumah dengan mertua. Insyaallah, bila kita bisa membangun suasana yang nyaman, rumah mertua benar-benar bisa menjadi ‘pondok mertua indah’ yang membahagiakan. (Ummu Fauzan)

Sumber : Majalah Nikah (dg judul asli ‘Bahagia Bersama Mertua’)

Friday, September 18, 2009

Bila Kasih Sayang Kurang

Jangan sering-sering memeluk anak, nanti dia bisa menjajah orangtuanya. Jangan sering-sering mencium anak, nanti dia jadi manja. Bayi jangan sering-sering dipeluk atau digendong, taruh saja di tempat tidur biar tidak ‘bau tangan’.

Itulah keyakinan sebagian masyarakat kita. Mereka menyakini kalau perhatian yang lebih atau kasih sayang yang berlebihan pada anak akan berdampak negatif dikemudian hari, sehingga tak jarang ibu-ibu merasa harus sedikit ‘menjauh’ dari kemanjaan anak.

Kekhawatiran ini wajar saja karena kalau anak dimanja dan disayangi secara berlebihan bisa berefek negatif. Misalnya anak jadi penakut, kuper dan lain sebagainya atau bahasa umumnya ‘anak mama’. Akan tetapi kalau kemudian orang tua menjauh dari anak sebagai langkah hati-hati dan antisipasi, akan berdampak buruk juga pada jiwa sang anak.

Kedekatan orang tua sangat penting bagi perkembangan anak. Secara khusus Rasulullah telah memberikan arahan akan pentingnya kasih sayang yang cukup dari orang tua ke anak. Rasulullah bersabda, “Muliakan anak-anakmu, dan didiklah mereka dengan ahlak yang baik.” (HR. Ibnu Majah/Minhajus Shalihin)

 Manfaat Kedekatan Orang Tua 

Manfaat kedekatan ini sangat besar bagi anak, diantaranya:

 Menumbuhkan rasa percaya diri

Perhatian dan kasih sayang orang tua yang stabil, menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. Jaminan adanya perhatian orang tua yang stabil, membuat anak belajar percaya pada orang lain.

 Menumbuhkan kemampuan membina hubungan yang hangat

Hubungan yang diperoleh anak dari orang tua, menjadi pelajaran baginya untuk kelak diterapkan dalam kehidupannya setelah dewasa. Kasih sayang yang hangat, menjadi tolak ukur dalam membentuk hubungan dengan teman hidup dan sesamanya. Namun hubungan yang buruk menjadi pengalaman yang traumatis baginya, sehingga menghalangi kemampuan membina hubungan yang stabil dan harmonis dengan orang lain.

 Menumbuhkan semangat mengasihi sesama dan peduli pada orang lain

Anak yang tumbuh dalam hubungan kasih sayang yang hangat, akan memiliki sensitivitas atau kepekaan yang tinggi terhadap kebutuhan sekitarnya. Dia mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, membantu kesusahan orang lain menjadi kebutuhannya.

 Melatih disiplin

Kasih sayang orang tua terhadap anak, membuat orang tua dapat lebih memahami anak. Sehingga orang tua lebih mudah memberikan arahan secara proposional, empati, penuh kesabaran dan pengertian yang dalam. Anak juga akan belajar mengembangkan kesadaran diri, dari sikap orang tua yang menghargai anak. Sikap menghukum hanya akan menyakiti harga diri anak dan tidak mendorong kesadaran diri. Anak patuh karena takut.

 Berpengaruh pada pertumbuhan intelektual dan psikologis

Bentuk kasih sayang yang terjalin, kelak mempengaruhi pertumbuhan fisik, intelektual dan kongnitif serta perkembangan psikologis anak.

 Dampak Kurang Kasih Sayang 

Dampak yang dirasakan seorang anak yang kurang kasih sayang menurut ahli psikologi sangat rentan terjadi pada anak yang berumur sekitar 2 tahun. Pada masa ini traumatis anak karena merasa diabaikan oleh orang tuanya mampu membekas dalam dirinya sampai dewasa kelak. Anak-anak yang kebutuhan emosionalnya tidak terpenuhi akibat problem kasih sayang, berpotensi mengalami masalah intelektual, masalah emosional dan masalah moral sosial di kemudian hari. Berikut di antara dampak negatif anak kurang kasih sayang dari orang tuanya:

1. Dalam masalah intelektual

 Mempengaruhi kemampuan pikir seperti halnya memahami proses ‘sebab-akibat’.

Ketidakstabilan atau ketidakkonsistenan sikap orang tua, mempersulit anak melihat hubungan sebab akibat dari perilakunya dengan sikap orang tua yang diterimanya. Dampaknya akan meluas pada kemampuannya dalam memahami kejadian atau peristiwa-peristiwa lain yang dialami sehari-hari. Akibatnya, anak jadi sulit belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya.

 Kesulitan belajar

Kurangnya kasih sayang dengan orang tua, membuat anak lamban dalam memahami, baik itu instruksi maupun pola-pola yang seharusnya bisa dipelajari dari perlakuan orang tua terhadapnya, atau kebiasaan yang dilihat/dirasakannya.

 Sulit mengendalikan dorongan

Kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi, membuat anak sulit menemukan kepuasan atas situasi/perlakuan yang diterimanya, meski bersifat positif. Ia akan terdorong untuk selalu mencari dan mendapatkan perhatian orang lain. Untuk itu, ia berusaha sekuat tenaga, dengan caranya sendiri untuk mendapatkan jaminan bahwa dirinya bisa mendapatkan apa yang diinginkan.

2. Dalam masalah emosional

 Gangguan bicara

Menurut sebuah hasil penelitian, problem kasih sayang yang dialami anak sejak usia dini, dapat mempengaruhi kemampuan bicaranya. Dalam dunia, psikologi, hingga usia 2 tahun dikatakan sebagai masa oral. Pada masa ini anak mendapatkan kepuasan melalui mulut (menghisap-mengunyah makanan dan minuman). Oleh sebab itulah, proses menyusui merupakan proses yang amat penting untuk membangun rasa aman yang didapat dari pelukan dan kehangatan tubuh sang ibu.

Memang, secara psikologis anak yang merasakan ketidaknyamanan akan kurang percaya diri dalam mengungkapkan keinginannya. Atau kurangnya kasih saying tersebut membuat anak berpikir bahwa orang tua tidak mau memperhatikannya sehingga ia lebih banyak menahan diri. Akibatnya, anak jadi tidak terbiasa mengungkapkan diri, berbicara atau mengekspresikan diri lewat kata-katanya. Perlu diketahui, melalui komunikasi yang hangat seorang ibu terhadap bayinya, lebih memacu perkembangan kemampuan bicara anak karena si anak terpacu untuk merespon kata-kata ibunya.

 Gangguan pola makan

Ada banyak orang tua yang kurang reponsif/ kurang tanggap terhadap tangisan bayinya. Mereka takut jika terlalu menuruti tangisan bayinya, kelak ia akan jadi anak manja dan menjajah orang tua. Padahal, tangisan seorang bayi adalah suatu cara untuk mengkomunikasikan adanya kebutuhan seperti halnya rasa lapar atau haus.

 Perkembangan konsep diri yang negatif

Ketiadaan perhatian orang tua, sering mendorong anak membangun image bahwa dirinya mandiri dan mampu hidup tanpa bantuan siapa pun, image itu berusaha keras ditampilkan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Padahal, dalam dirinya tersimpan ketakutan, rasa kecewa, marah, sakit hat terhadap orang tua, sementara ia juga menyimpan presepsi yang buruk terhadap diri sendiri. Ia merasa tidak diperhatikan, merasa disingkirkan, merasa tidak berharga sehingga orang tua tidak mau mendekat padanya- dan, memang ia juga merasa tidak ingin didekati. Tanpa sadar semua perasaan itu diekspresikan melalui tingkah laku yang aneh-aneh, yang orang menyebutnya ‘nakal’, ‘liar’, ‘menyimpang’. Mereka juga terlihat suka menuntut secara berlebihan, suka mencari perhatian dengan cara-cara yang negatif.

 Sulit membedakan sesuatu

Anak akan sulit melihat mana yang baik dan tidak, yang boleh dan tidak boleh, yang penting dan kurang penting, dari keberadaan orang tua yang juga tidak bisa menjamin ada tiadanya, yang tidak dapat memberikan patokan moral dan normal karena mereka mengalami kesulitan dengan dirinya sendiri.

Tidak jarang anak-anak tersebut memunculkan sikap dan tindakan seperti: suka berbohong(yang sudah tidak wajar), mencuri(karena ingin mendapatkan keinginannya), suka merusak dan menyakiti(baik diri sendiri maupun orang lain), dan menurut sebuah penelitian, mereka cenderung tertarik pada darah, api dan benda tajam.

 Bagaimana Mendekati Anak 

Agar anak tidak merasa jauh dari orang tua maka kedekatan anatar orang tua dan anak harus senantiasa dibangun. Untuk membangun hal itu, sebagai orang tua anda harus melakukan sesuatu. Faktor orang tua menjadi penentu dalam hal ini. Berikut beberapa perkara yang bisa dijadikan arahan untuk membangun kedekatan anda dengan anak:

1. Kesiapan mental untuk menjadi orang tua. 

Memiliki anak membawa implikasi yang luas, tidak hanya merubah peran dari suami/istri,menjadi seorang ayah/ibu. Ada komitmen dan tanggung jawab yang harus disadari dan dijalankan. Oleh sebab itu, perlu hati dan pikiran yang tenang untuk menjalani proses menjadi orang tua. Selain itu, kesiapan mental juga diperlukan, terutama untuk menghindari konflik dan ketegangan yang bisa muncul di antara suami-istri akibat perubahan yang terjadi.

2. Ciptakan komunikasi yang hangat sejak dini 

Berkomunikasi dengan anak tidak dimulai sejak anak lahir, melainkan sejak ia dalam kandungan. Sejak itu proses kasih sayang pun dimulai. Berbicaralah kepadanya meski ia masih belum tampak secara lahiriah. Sapalah dia, senyumlah untuknya dan pertahankan kestabilan emosi.

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa seorang anak bisa memahami apa yang terjadi dalam diri sang ibu meski ia belum lahir. Hal itu bisa dibuktikan dari munculnya kecenderungan tertentu yang ada pada anak, misalnya pencemas, super sensitif atau pemarah- dihubungkan dengan persoalan yang sedang dihadapi sang ibu pada masa dan pasca kehamilannya.

3. Upayakan program menyusui 

Proses menyusui, bukan hanya sekedar memberikan ASI yang berkualitas. Namun menyusui merupakan proses yang melibatkan dua belah pihak, bahkan tiga belah pihak: suami, istri dan anak. Kegiatan menyusui merupakan momen yang ideal untuk membangun kontak batin yang erat, melalui kelekatan fisik dan kontak mata yang insentif. Proses ini membutuhkan hati yang tenang dan penuh kasih, karena produksi ASI akan terpengaruh oleh faktor fisik dan emosional.

4. Tanggapailah tangisan bayi/anak secara positif 

Melalui tangisan seorang bayi dapat mengkomunikasikan ketakutannya, kelaparan, kehausan, keinginannya akan kehangatan, keinginannya untuk dibelai, rasa tidak enak, kedinginan, kepanasan, dan rasa tidak enak yang lain. Bayi adalah mahluk paling tidak berdaya dan tidak berdosa, serta tidak punya maksud buruk. Jadi, tangisannya adalah murni muncul dari kebutuhannya. Bayangkan, jika orang tua menunda respon terhadap ketakutannya, maka bayi akan merasa frustasi.

5. Upayakan kebersamaan dalam keluarga inti 

Banyak keluarga yang menggunakan jasa baby sitter untuk mengasuh anak. Ironisnya, ada ibu rumah tangga yang tidak bekerja, tidak mempunyai kegiatan apapun kecuali arisan, ke salon atau shopping, mempunyai banyak asisten dan pembantu. Anaknya pun sepenuhnya diurus oleh baby sitter. Tidaklah mengherankan jika kelak antara dia dengan anaknya tidak terlihat suatu kedekatan yang positif, karena anaknya lebih dekat dengan pengasuhnya. Situasi ini tidak mendorong proses perkembangan psikologis dan identitas yang sehat.
Anak melihat dirinya diabaikan oleh ibunya, sementara sang ibu memperhatikan anak melalui berbagai barang dan mainan yang dibeli atau uang jajan yang berlebihan.

Kedekatan yang positif, membutuhkan kerja sama setiap anggota keluarga. Perlu disediakan waktu kebersamaan yang konsisten, dipenuhi perasaan tenang, senang dan santai, agar anak bisa merasakan senagnya kebersamaan dengan ‘abi dan ummi’. Tetapi, orang tua juga harus belajar dari anaknya, dan melihat hasil didikannya selama ini melalui sikap dan perilaku anak. Semoga bermanfaat.

Sumber : Majalah Nikah Vol. 2, No. 6, September 2003, hal. 52-54

Hanzhalah Al-Asadi

Hanzhalah Al-Asadi radhiallahu ‘anhu seorang shahabat yang terhitung dalam jajaran juru tulis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertutur:

Suatu ketika, aku berjumpa dengan Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu.
“Ada apa denganmu, wahai Hanzhalah?” tanyanya1.
“Hanzhalah ini telah berbuat nifaq,” jawabku.
“Subhanallah, apa yang engkau ucapkan?” tanya Abu Bakr.
“Bila kita berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengingatkan kita tentang neraka dan surga hingga seakan-akan kita bisa melihatnya dengan mata kepala kita. Namun bila kita keluar meninggalkan majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, istri, anak dan harta kita (sawah ladang ataupun pekerjaan, –pent.) menyibukkan kita2, hingga kita banyak lupa/ lalai,” kataku.

“Demi Allah, kami juga menjumpai yang semisal itu3,” Abu Bakr menanggapi perasaan Hanzhalah. Aku pun pergi bersama Abu Bakar menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga kami dapat masuk ke tempat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Hanzhalah ini telah berbuat nifaq, wahai Rasulullah,” kataku.
“Apa yang engkau katakan? Mengapa engkau bicara seperti itu?” tanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Wahai Rasulullah, bila kami berada di sisimu, engkau mengingatkan kami tentang neraka dan surga hingga seakan-akan kami dapat melihatnya dengan mata kepala kami. Namun bila kami keluar meninggalkan majelismu, istri, anak dan harta kami (sawah ladang ataupun pekerjaan, –pent.) melalaikan kami, hingga kami banyak lupa/ lalai4,” jawabku.

Mendengar penuturan yang demikian itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنْ لَوْ تَدُوْمُوْنَ عَلَى مَا تَكُوْنُوْنَ عِنْدِي وَفِي الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ، وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً سَاعَةً. (ثَلاَثَ مَرَّاتٍ)

“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian tetap berada dalam perasaan sebagaimana yang kalian rasakan ketika berada di sisiku dan selalu ingat demikian, niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di atas tempat tidur kalian dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi wahai Hanzhalah, ada saatnya begini dan ada saatnya begitu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya tiga kali. (HR. Muslim no. 6900, kitab At-Taubah, bab Fadhlu Dawamidz Dzikr wal Fikr fi Umuril Akhirah wal Muraqabah, wa Jawazu Tarki Dzalik fi Ba’dhil Auqat wal Isytighal bid Dunya)

Dalam riwayat lain disebutkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas dengan lafadz:

يَا حَنْظَلَةُ، سَاعَةً سَاعَةً، وَلَوْ كَانَتْ تَكُوْنُ قُلُوْبُكُمْ كَمَا تَكُوْنُ عِنْدَ الذِّكْرِ، لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلائِكَةُ حَتَّى تُسَلِّمَ عَلَيْكُمْ فِي الطُُّرُقِ “Wahai

Hanzhalah, ada saatnya begini, ada saatnya begitu. Seandainya hati-hati kalian senantiasa keadaannya sebagaimana keadaan ketika ingat akan akhirat, niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian, hingga mereka mengucapkan salam kepada kalian di jalan-jalan.” (HR. Muslim no. 6901)

Hanzhalah radhiallahu ‘anhu dengan kemuliaan dirinya sebagai salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah membuatnya merasa aman dari makar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan ia merasa khawatir bila ia termasuk orang munafik, karena saat berada di majelis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam rasa khauf (takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan azab-Nya yang pedih) terus menyertainya, dibarengi muraqabah (merasa terus dalam pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala), berpikir dan menghadapkan diri kepada akhirat. Namun ketika keluar meninggalkan majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia disibukkan dengan istri, anak-anak dan penghidupan dunia. Hanzhalah khawatir hal itu merupakan kemunafikan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengajari Hanzhalah dan para shahabat yang lain bahwa keadaan seperti itu bukanlah kemunafikan. Karena mereka tidaklah dibebani untuk terus menerus harus memikirkan dan menghadapkan diri hanya pada kehidupan akhirat. Ada waktunya begini dan ada waktunya begitu. Ada saatnya memikirkan akhirat dan ada saatnya mengurusi penghidupan di dunia. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 17/70)

Ketika Hanzhalah radhiallahu ‘anhu mengeluhkan perasaan dan keadaan dirinya yang demikian itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bila keadaannya sama dengan keadaannya ketika bersama beliau, merasa hatinya itu lunak dan takut kepada Allah. Terus keadaannya demikian di mana pun ia berada, niscaya para malaikat dengan terang-terangan akan menyalaminya di majelisnya, di atas tempat tidurnya dan di jalan-jalannya. Namun yang namanya manusia tidaklah bisa demikian. Ada waktunya ia bisa menghadirkan hatinya untuk mengingat akhirat, dan ada saatnya ia lemah dari ingatan akan akhirat. Ketika waktunya ingat akan akhirat, ia bisa menunaikan hak-hak Rabbnya dan mengatur perkara agamanya. Saat waktunya lemah, ia mengurusi bagian dari kehidupan dunianya ini. Dan tidaklah seseorang dianggap munafik bila demikian keadaannya, karena masing-masingnya merupakan rahmah atas para hamba. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Shifatul Qiyamah war Raqa`iq wal Wara’, bab ke 59, Syarhu Sunan Ibni Majah, 2/560)

Al-Imam As-Sindi rahimahullahu menjelaskan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (لَوْ تَدُوْمُوْنَ عَلَى مَا تَكُوْنُوْنَ) : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan mereka bahwa biasanya hati itu tidak selamanya dapat dihadirkan untuk selalu ingat akhirat. Namun hal itu tidaklah memudharatkan bagi keberadaan iman di dalam hati, karena kelalaian/ saat hati itu lupa tidaklah melazimkan (mengharuskan) hilangnya keimanan.” (Syarhu Sunan Ibni Majah, 2/559-560)

Sumber : MajumrisalahMultiply

Tuesday, September 15, 2009

Hati yang Membatu

Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Bada’i al-Fawa’id [3/743], “Tatkala mata telah mengalami kekeringan disebabkan tidak pernah menangis karena takut kepada Allah ta’ala, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya keringnya mata itu adalah bersumber dari kerasnya hati. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar terlindung dari hati yang tidak khusyu’, sebagaimana terdapat dalam hadits,

“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari hawa nafsu yang tidak pernah merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim [2722]).

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu’anhu, dia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu? Apakah keselamatan itu?”. Maka Nabi menjawab, “Tahanlah lisanmu, hendaknya rumah terasa luas untukmu, dan tangisilah kesalahan-kesalahanmu.” (HR. Tirmidzi [2406], dia mengatakan; hadits hasan. Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih at-Targhib [2741]).

Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah mengatakan [al-Bidayah wa an-Nihayah, 10/256], “Segala sesuatu memiliki ciri, sedangkan ciri orang yang dibiarkan binasa adalah tidak bisa menangis karena takut kepada Allah.”

Di antara sebab kerasnya hati adalah :
  • Berlebihan dalam berbicara
  • Melakukan kemaksiatan atau tidak menunaikan kewajiban
  • Terlalu banyak tertawa
  • Terlalu banyak makan
  • Banyak berbuat dosa
  • Berteman dengan orang-orang yang jelek agamanya

 Agar hati yang keras menjadi lembut 

Disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim di dalam al-Wabil as-Shayyib [hal.99] bahwa suatu ketika ada seorang lelaki yang berkata kepada Hasan al-Bashri, “Wahai Abu Sa’id! Aku mengadu kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka Beliau menjawab, “Lembutkanlah hatimu dengan berdzikir.”

Sebab-sebab agar hati menjadi lembut dan mudah menangis karena Allah antara lain :
  • Mengenal Allah melalui nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya
  • Membaca al-Qur’an dan merenungi kandungan maknanya
  • Banyak berdzikir kepada Allah
  • Memperbanyak ketaatan
  • Mengingat kematian, menyaksikan orang yang sedang di ambang kematian atau melihat jenazah orang
  • Mengkonsumsi makanan yang halal
  • Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat
  • Sering mendengarkan nasehat
  • Mengingat kengerian hari kiamat, sedikitnya bekal kita dan merasa takut kepada Allah
  • Meneteskan air mata ketika berziarah kubur
  • Mengambil pelajaran dari kejadian di dunia seperti melihat api lalu teringat akan neraka
  • Berdoa
  • Memaksa diri agar bisa menangis di kala sendiri

[diringkas dari al-Buka' min Khas-yatillah, hal. 18-33 karya Ihsan bin Muhammad al-'Utaibi]

 Tidak mengamalkan ilmu, sebab hati menjadi keras 

Allah ta’ala berfirman (yang artinya),

“Disebabkan tindakan (ahli kitab) membatalkan ikatan perjanjian mereka, maka Kami pun melaknat mereka, dan Kami jadikan keras hati mereka. Mereka menyelewengkan kata-kata (ayat-ayat) dari tempat (makna) yang semestinya, dan mereka juga telah melupakan sebagian besar peringatan yang diberikan kepadanya.” (QS. Al-Maa’idah : 13).

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa kerasnya hati ini termasuk hukuman paling parah yang menimpa manusia (akibat dosanya). Ayat-ayat dan peringatan tidak lagi bermanfaat baginya. Dia tidak merasa takut melakukan kejelekan, dan tidak terpacu melakukan kebaikan, sehingga petunjuk (ilmu) yang sampai kepadanya bukannya menambah baik justru semakin menambah buruk keadaannya (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 225)

Sumber : http://abu0mushlih.wordpress.com/2009/08/08/mengapa-hati-membatu/

Friday, September 11, 2009

Perhiasan yang Haram untuk Pria dan Wanita

 PERHIASAN YANG HARAM UNTUK PRIA 

Ada beberapa hal yang tidak boleh dikerjakan pria muslim. Hendaklah dia ridho meninggalkannya sebagai bukti ketaatan dia kepada Alloh dan Rasul-Nya, misalnya:

1. Sering menyisir dan meminyaki rambut

Abdullah bin Buraidah radhiallahu ‘anhu berkata:

“Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melarang kita al-arfah (menyisir rambut setiap hari, berlebih-lebihan memakai minyak rambut) dan ia (Abdullah bin Buraidah) melihat beliau (Rasulullah) berjalan tanpa beralas kaki.” (HR. Ahmad, dishohihkan oleh al-Albani)

2. Mengenakan pakaian isbal

Isbal artinya kaum pria mengenakan baju atau sarung dan celana sampai menutupi mata kaki. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Pakaian bagian bawah yang menutupi mata kaki dia itu di neraka.” (HR. Bukhari)

Dari Abu Jurail Jabir bin Sulaim radhiallahu ‘anhu, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Dan jauhkan dirimu dari menjulurkan pakaian bagian bawah (sampai menutup mata kaki) karena yang demikian itu termasuk kesombongan.” (HR. Abu Dawud, dishohihkan oleh al-Albani)

3. Mencukur jenggot dan membiarkan kumis

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Selisihilah orang musyrik, potonglah kumismu, dan peliharalah jenggotmu.” (HR. Muslim)

4. Memakai perhiasan emas dan sutra

Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengambil Kain sutra dengan tangan kirinya dan emas dengan tangan kanannya lalu beliau mengangkatnya dengan kedua tangannya lalu bersabda: ‘Sesungguhnya dua benda ini haram untuk umatku yang laki-laki dan halal untuk yang perempuan.’” (HR. Ibnu Majah, dishohihkan al-Albani)

Akan tetapi laki-laki boleh memakai sutra bila ada keperluan seperti penderita penyakit kulit.

Sesungguhnya Anas radhiallahu ‘anhu menceritakan kepada mereka bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam membolehkan Abdurrohman bin Auf dan az Zubair mengenakan gamis terbuat dari sutra karena penyakit kulit yang menimpanya. (HR. Bukhari)

5. Mencukur bulu tengkuk

Abu Abdillah (Imam Ahmad) ditanya tentang mencukur bulu tengkuk kepala, beliau menjawab: “Itu perbuatan orang Majusi, lalu membacakan hadits (yang artinya): Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, termasuk golongan mereka.” Lihat kitab al Waro’ oleh Ibnu Hambal 1/178.

6. Al-Qoza’ (Mencukur sebagian rambut)

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melarang qoza’. Aku bertanya kepada Nafi’: ‘Apa qoza’ itu?’ Dia menjawab: ‘Di cukur sebagian rambut anak kecil dan disisakan sebagian.’” (HR. Muslim)

 PERHIASAN YANG HARAM BAGI WANITA 

Tidaklah Alloh mengharamkan suatu perkara melainkan bila dilanggar pasti ada bahayanya. Wanita muslimah yang taat kepada Alloh dan Rasul-Nya tidak merasa berat hati bila Alloh yang melarang, karena mereka cinta kepada Alloh dan Alloh pun menyukai hamba-Nya yang taat kepada-Nya.

1. Memakai celak pada masa iddah

Ummu Salamah radhiallahu ‘anha berkata: “Sesungguhnya ada seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, lalu mereka takut bila matanya tertimpa penyakit, lalu mereka membawa wanita kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan memintakan izin untuk memakai celak. Beliau bersabda: “Janganlah dia bercelak, sungguh salah satu wanita di antara kalian tinggal di rumahnya dengan mengenakan baju yang paling jelek atau rumah yang paling jelek…” (HR. Bukhari)

2. Mamakai rambut palsu

‘Asma binti Abu Bakar radhiallahu ‘anha berkata: “Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan minta disambung rambutnya dengan rambut lain.” (HR. Bukhari)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Dilaknat orang yang menyambung rambut wanita dan wanita yang mau disambung rambutnya.” (HR. Abu Dawud)

3. Mencukur rambut tanpa udzur

Dari Ali radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melarang wanita mencukur rambutnya.” (HR. an Nasa’i, dilemahkan oleh al-Albani)

Akan tetapi wanita boleh mencukur rambutnya bila ada hal yang sangat mendesak seperti bila kepalanya luka dan semisalnya.

4. Rambut model poni

Lajnah Daimah Ulama Saudi Arabia ditanya bagaimana hukum potong poni yaitu memotong rambut wanita bagian depan, Meraka menjawab: “Jika bertujuan untuk menyerupai wanita kafir, maka hukumnya haram. Apabila untuk keindahan dan karena sulit merawatnya karena terlalu panjang maka ulama membolehkan memotong sekedarnya…” (Fatawa Lajnah Daimah 5/181).

5. Menyanggul rambut diletakkan di belakang kuduk atau di atas kepala

Ibnu Daqiq bin al-Ied berkata: “Dianjurkan wanita menyisir rambutnya dan memintalnya. Adapun yang dilakukan oleh sebagian wanita muslimah pada zaman sekarang dengan menyanggulnya diatas kepala atau di tengkuknya hukumnya haram karena menyerupai wanita Inggris dan wanita kafir.” (al-Fatawa al-Jamiah lil Mar’atil Muslimah 3/885)

6. Memakai parfum

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Siapa saja wanita yang memakai parfum maka janganlah ikut shalat bersama kami pada waktu shalat Isya’ yang terakhir.” (HR. Muslim)

Abu Musa radhiallahu ‘anhu berkata: “Siapa saja wanita yang memakai parfum lalu keluar dan dijumpai aromanya, dia adalah wanita pezina.” (Sunan ad Darimi, hadits hasan lihat Shahihul jami’ 2701 oleh al Albani)

7. Wanita memakai celana

Lajnah Daimah Ulama Saudi Arabia ketika ditanya bagaimana hukumnya wanita memakai celana seperti laki-laki? Mereka menjawab: “Tidak boleh wanita mengenakan pakaian ketat karena yang demikian ini akan menampakkan bentuk badannya dan umumnya membangkitkan fitnah, dan celana umunya sempit memperlihatkan bentuk badannya.” (al Fatawa al jami’ah lil Mar’atil Muslimah 3/851)

Dikutip dari majalah Al Furqan edisi:1 thn ke-7 1428 H

Perhiasan yang Halal Untuk Pria dan Wanita

 PERHIASAN SUNNAH UNTUK PRIA 

1. Berpakaian warna putih
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Berpakaianlah dengan pakaian berwarna putih, karena warna putih itu sebaik-baik pakaianmu.” (HR. Sunnan Abu Dawud, di shahihkan oleh al-Albani)

2. Memotong kumis dan memelihara jenggot

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Potong kumismu dan biarkanlah jenggotmu.” (HR. Bukhari)
3. Memakai sarung atau celana setengah betis

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata: “Saya pernah bertemu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedangkan sarungku menjulur ke bawah. Beliau berkata: ‘Wahai Abdullah! angkatlah sarungmu! Lalu aku mengangkatnya, lalu Beliau berkata:”Tambah lagi, lalu aku menambahnya, maka senantiasa aku memperhatikannya setelah itu, lalu ada suatu kaum yang bertanya sampai mana? Beliau menjawab: “Sampai setengah kedua betis.” (HR. Muslim)

Dari Abu Juraij Jabir bin Sulaim, Nabi bersabda:

“Dan angkatlah pakaian bawahmu sampai setengah betis, jika kamu enggan, maka sampai kedua mata kaki. (HR. Abu Dawud, dishahih al-Albani)

Pakaian ini bukan hanya pada waktu shalat saja, akan tetapi umum untuk kaum laki-laki kapan saja.

4. Memakai celak

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Dan sesungguhnya sebaik-baik celak kalian adalah itsmid (antimonium), dapat menguatkan pandangan dan menumbuhkan rambut.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh al-Albani)

5. Memakai minyak rambut
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:

“Adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam apabila dia ingin berihrom maka dia memakai minyak wangi yang paling harum yang dimilikinya lalu aku melihat kilauan minyak rambut yang ada di kepalanya dan jenggotnya setelah itu.” (HR. Muslim)

 PERHIASAN YANG HALAL BAGI WANITA 

Tidaklah ragu bahwa wanita itu menyukai kecantikan dan keindahan. Alloh memberi hak kepadanya untuk mempercantik diri, yang mana laki-laki tidak boleh menirunya misalnya:

1. Berhias dengan perhiasan emas

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku pernah menunaikan shalat hari Raya bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, Abu Bakar, Umar dan Utsman lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkhutbah dan berkata kepada wanita: “Bersedekahlah kalian!” Lalu Bilal membentangkan kainnya. Lalu Beliau berkata: “Ayo segera, aku tebus kalian dengan ayahku dan ibuku.” Lalu wanita muslimah itu melepaskan cincinnya yang tak bermata dan cincin yang bermata dan menaruhnya di kain Bilal.” (HR. Muslim)

Akan tetapi wanita tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali kepada orang yang berhak melihatnya (suami dan mahroh lainnya).

…Dan janganlah wanita muslimah itu menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka… (QS. an-Nur:31)

Syaikh Ibnu Baz membolehkan wanita memakai perhiasan emas yang melingkar karena keumuman surat az Zuhruf :18 dan karena perhiasan merupakan kekhususan untuk wanita. (Fatawa Mar’ah Tartib al-Musnid)

2. Wanita mencukur bulu tangan atau kaki

Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang wanita yang menghilangkan bulu tangan dan kakinya? Beliau menjawab: “Jika bulu yang tumbuh di tangan atau di kakinya banyak boleh menghilangkannya karena jika tidak, memperburuk penampilan. Jika bulunya biasa, sebaiknya tidak dihilangkan demikian keterangan ulama Sunnah, tetapi ada yang berpendapat membolehkannya, karena tidak ada dalil yang melarangnya.”

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Dan yang didiamkan maka dimaafkan.” (HR. Tirmidzi, dishohihkan oleh al-Albani)

(Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin 4/134)

3. Wanita mengeriting rambut
Ibnu Utsaimin berkata: Ahli ilmu berkata: ‘Bahwa tidak mengapa wanita mengeriting rambutnya, karena menurut asalnya tidak ada larangan, namun dengan syarat apabila tidak meniru gaya wanita pelacur atau kafir.” (Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin 4/136)

4. Mewarnai kuku tangan dan kaki

‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata: “Ada seorang wanita menyerahkan surat kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dengan mengulurkan tangannya. Lalu beliau menolaknya. Wanita itu bertanya: “Wahai Rasulullah! Aku ulurkan tanganku kepadamu untuk menyerahkan surat, akan tetapi anda menolaknya. Lalu beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: “Sesungguhnya saya tidak tahu apakah dia tangan wanita atau pria? Wanita itu berkata: “Tangan wanita!” Beliau berkata: “Jika kamu wanita maka warnailah kukumu dengan daun pacar.” (HR. an-Nasa’i)

Syaikh Sholih al Fauzan berkata: “Mewarnai dua tangan dan kaki wanita dengan daun pacar dianjurkan untuk wanita yang telah menikah.”

Walaupun demikian wanita tidak boleh mewarnai kukunya dengan cat atau benda yang membeku sehingga menghalangi anggota wudhu. (Tanbihat Ala Ahkam Takhtasshu bil Mukminat Sholih al Fauzan 11)

5. Wanita boleh memakai binggel

Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz ditanya tentang hukum wanita memakai binggel hanya di depan suami. Beliau menjawab: “Boleh di hadapan suami, di hadapan wanita dan mahromnya, karena binggel termasuk perhiasan yang biasa dipakai oleh wanita di kakinya.” (Fatawa al Mar’ah 2/85)

6. Wanita boleh melubangi telinganya

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah berkata: “Wanita boleh berhias menurut kebiasaannya sekalipun harus melubangi sebagian badannya seperti telinganya untuk mengenakan anting-anting, giwang sebagaimana boleh binatang dilubangi hidungnya.” (Fatawa al Mar’ah 1/82)

Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Pendapat yang benar bahwa wanita boleh melubangi telinganya jika bermaksud mengenakan perhiasan.” (Fatawa wa Rosa’il Syaikh Ibnu Utsaimin 4/137).

Dikutip dari majalah Al Furqan Edisi 1 th ke-7 1428 H

Tuesday, September 8, 2009

Memutuskan Tali Silaturrahim

Di antara fenomena yang marak di masyarakat dewasa ini adalah pemutusan silaturrahim, baik terjadi di internal keluarga maupun dengan kalangan kerabat. Apa sebenarnya penyebab terjadinya pemutusan silaturrahim tersebut? Apa pula solusinya?

Sebab-Sebab Terjadinya Pemutusan Silaturrahim

 Ketidaktahuan akan akibat-akibat memutuskan silaturrahim, baik akibat yang segera muncul atau pun yang kelak akan terjadi.
 Ketidaktahuan akan keutamaan menyambung silaturrahim, baik keutamaan yang segera akan diperoleh atau pun yang kelak akan diperolehnya.
 Lemahnya ketakwaan seseorang dan kurang kuat agamanya.
 Sikap sombong.

Contohnya bila mendapatkan pangkat yang tinggi atau sebagai seorang tajir besar, seseorang bersikap sombong terhadap kaum kerabatnya, enggan mengunjungi mereka dengan anggapan bahwa dirinyalah yang pantas untuk dikunjungi, bukan sebaliknya.!?

 Terputusnya Hubungan yang Ber-langsung Lama.

Hal ini menimbulkan adanya jarak dan jurang di antara mereka. Hubungan menjadi tidak akrab lagi dan suka menunda-nunda untuk berkunjung. Akibatnya, lama kelamaan malah terputus total dan terbiasalah dengan pemutusan silaturrahim dan saling menjauhi.

 Cercaan yang Berlebihan.

Sebagian orang ada yang bila salah seorang kerabatnya baru mengunjunginya setelah sekian lama terputus, maka ia langsung menghujaninya dengan serentetan omelan, cercaan, kecaman pedas atas keteledoran dan keterlambatannya datang itu. Dari sini, terjadilah tindakan menjauhi orang tersebut dan keengganan untuk datang karena takut diomeli, dicerca, dan dikecam.

 Sambutan Berlebihan.

Ada pula orang menyikapi sebalik-nya; bila salah seorang kerabatnya datang, maka ia menyambutnya secara berlebihan dengan pembo-rosan dari sisi pengeluaran dan bersusah payah untuk menghormatinya padahal bisa jadi, bukan termasuk keluarga yang mampu dan berada. Dari sini, para kerabatnya menjaga jarak dan membatasi diri untuk datang ke rumahnya karena takut menyusahkannya.

 Kurang Perhatian terhadap Tamu.

Ini termasuk sebab yang menimbulkan pemutusan silaturrahim di antara kalangan kerabat. Ada semen-tara orang yang bila kalangan kerabatnya mengunjunginya, ia tidak menunjukkan perhatian terhadap mereka dan tidak mendengarkan pembicaraan mereka. Malah, berpaling dan membuang muka bila mereka berbicara, tidak suka dengan kedatangan mereka, tidak berterima kasih atas kedatangan mereka dan menyambut mereka dengan berat dan dingin. Hal inilah yang menyebabkan mereka tidak suka berkunjung kepadanya.

 Sikap Bakhil dan Pelit.

Sementara orang ada yang bila dianugerahi rizki oleh Allah subhanahu wata’ala dengan harta atau kedudukan, ia selalu menghindar dari kalangan kerabatnya. Sikap ini bukan karena kesombongan tetapi karena takut kalau pintunya yang selalu terbuka buat kalangan kerabatnya itu disalah-artikan di mana lama kelamaan membuat mereka mulai berani meminjam uang kepadanya, mengaju-kan berbagai permintaan atau hal lainnya. Karena itu, alih-alih membu-kakan pintu, menyambut dan memberikan pelayanan kepada mereka, ia malah berpaling dan membuang muka serta mengisolir mereka agar tidak selalu menyusahkannya dengan berbagai permintaan.

 Keterlambatan Pembagian Harta Warisan.

Bisa jadi, di antara kalangan kerabat terdapat warisan yang belum dituntaskan pembagiannya, baik karena masih bermalas-malasan mengurusinya, karena sebagian mereka ada yang keras kepala, atau sebab lainnya. Semakin pembagian warisan itu ditunda-tunda dan berlangsung lama, maka akan semakin rentan terjadi permusuhan dan kebencian di antara sesama kerabat; yang satu ingin segera mendapatkan jatah warisan agar dapat menikmatinya, yang satu lagi bisa jadi meninggal dunia sehingga anak-anaknya sibuk menghitung-hitung seberapa besar bagian yang didapat orang tua mereka bahkan dengan membayar para pengacara agar dapat mengambil bagian orangtuanya. Sementara ada yang lain lagi, selalu curiga dan berburuk sangka terhadap salah satu dari kalangan kerabatnya itu.

Demikianlah, akhirnya permasalahan menjadi semakin tumpang-tindih dan kacau bahkan kian bertumpuk sehingga akhirnya terjadi jurang pemisah di mana pemutusan silaturrahim menjadi lebih dominan.

 Sibuk Dengan Urusan Duniawi dan Bersenang-Senang di Balik Gemerlapnya.

Maka, orang seperti ini tidak mendapatkan waktu untuk menyambung silaturrahim dengan kerabatnya dan menjalin kasih sayang dengan mereka.

 Sering Terjadinya Perceraian di Kalangan Kerabat.

Terkadang terjadi perceraian di kalangan kerabat sehingga permasalahan yang terjadi antara suami isteri semakin banyak, baik disebab-kan anak-anak, sebagian hal yang terkait dengan talak atau hal lainnya.

 Jarak yang Jauh dan Malas Ber-kunjung.

Ada sementara orang yang kediamannya jauh dan mengalami kesulitan untuk mencapai tempat berkunjung. Akibatnya, lebih memilih untuk menghindar dari keluarga dan kerabatnya. Bila berkeinginan untuk mengunjungi mereka, ia selalu merasa kesulitan, malas untuk datang dan berkunjung.

 Tempat Tinggal yang Berdekatan antara Kerabat.

Barangkali hal ini dapat menimbulkan sikap saling menghindar dan memutuskan hubungan di antara kalangan kerabat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Perintahkanlah kaum kerabat untuk saling ber-kunjung dan tidak untuk saling bertetangga.”

Maknanya, Beliau (Umar) mengatakan hal itu karena bertetangga dapat menimbulkan tumpang tindih atas hak, dan barangkali menimbulkan keterasingan dan pemutusan silaturrahim. Berkunjung hendaknya dilakukan secara jarang-jarang sebab sering dikatakan, “Berkunjunglah jarang-jarang, niscaya akan menambah kecintaan.”

 Tidak Tahan dan Sabar Atas Tindakan Kalangan Kerabat.

Sebagian orang ada yang tidak tahan dengan tindakan kalangan kerabatnya, walau pun hanya sepele. Begitu terjadi kesalahan tak sengaja dari salah seorang kerabat atau mendapat cercaan darinya, langsung memutus silaturrahim dan mengisolir mereka.

 Melupakan Kalangan Kerabat di Hari Walimah dan Pesta.

Terkadang salah seorang keluarga mengadakan walimah atau pesta tertentu, lalu mengundang kalangan kerabatnya baik melalui lisan, kartu undangan atau via telepon. Terkadang lupa dengan salah seorang dari mereka dimana kebetulan orang yang tidak sengaja dilupakan ini memiliki jiwa yang lemah, temperamental atau selalu berburuk sangka. Lalu kelupaan itu, ia tafsirkan sebagai tindakan sengaja melupakannya atau menghinakan dirinya sehingga sangkaan ini kemudian menyeretnya untuk mengisolir kerabatnya tersebut atau memutuskan silaturrahim.

 Iri Hati.

Ada sementara orang yang dianu-gerahi oleh Allah subhanahu wata’ala dengan ilmu, kedudukan, harta atau mendapat kecintaan dari orang banyak. Ia selalu melayani keluarga dan kalangan kerabatnya serta selalu terbuka untuk mereka. Karena hal ini, bisa jadi sebagian kerabatnya ada yang iri hati terhadapnya, me-musuhinya, membuat keributan di seputarnya dan meragukan ketulus-annya tersebut.!?

 Terlalu Banyak Canda.

Kebiasaan ini memiliki dampak negatif. Bisa jadi, keluar kata-kata yang menyakitkan dari seseorang dengan tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain, lalu kebetulan yang jadi sasaran adalah orang yang sangat sensitif sehingga menimbul-kan kebencian dalam dirinya terhadap orang yang mengucapkan kata-kata menyakitkan itu.! Ini banyak terjadi di kalangan kaum kerabat karena mereka terlalu sering berkumpul dan berjumpa.

 Adu Domba dan Senang Mendengar-kannya.

Sebagian orang ada yang ‘hobi’nya hanya merusak hubungan baik orang lain. Ia selalu berupaya untuk memisahkan antara orang-orang yang saling berkasih sayang dan memperkeruh suasana. Dan, sungguh akan lebih besar lagi bahayanya bilamana ada orang yang selalu mendengarkan adu domba ini dan membenarkannya.!!

Solusi

Solusi dari terjadinya pemutusan silaturrahim ini adalah dengan mewaspadainya dan menghindarkan diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkannya. Kemudian melakukan hal yang sebaliknya, yaitu menyambung silatur-rahim, mengenali maknanya, keutamaannya, jalan-jalannya, faktor-faktor yang mendukungnya serta etika-etika yang harus dijaga dalam berinteraksi dengan kalangan kerabat. Wallahu a’lam. [Hafied M Chofie]

Sumber: Qathi’atur Rahim, al-Mazhahir, al-Asbab, Subulul ‘Ilaj karya Muhammad bin Ibrahim al Hamad

Ah, Yang Penting kan Hatinya.. !

hijab_by_ilman051 Banyak syubhat di lontarkan kepada kaum muslimah yang ingin berjilbab. Syubhat yang ‘ngetrend’ dan biasa kita dengar adalah ”Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka ‘ngerumpi’ berbuat maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab! Yang penting kan hati! lalu tercenunglah saudari kita ini membenarkan pendapat kawannya.

Syubhat lainnya lagi adalah ”Liat tuh kan ada hadits yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk(rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..!. Jadi yang wajib adalah hati, menghijabi hati kalau hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau kita tidak berkerudung!. Benarkah demikian ya ukhti,, ??

Saudariku muslimah semoga Allah merahmatimu, siapapun yang berfikiran dan berpendapat demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syariat yang mulia ini. Jika agama hanya berlandaskan pada akal dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang hatinya baik dan suci, maka tengoklah disekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu atau Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada diantara mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana. Apakah anda setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim? Tentu akal anda akan mengatakan “tentu tidak! karena mereka tidak mengucapkan syahadatain, mereka tidak memeluk islam, perbuatan mereka menunjukkan mereka bukan orang islam. Tentu anda akan sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang berdasarkan perbuatan yang nampak(zahir) dalam diri orang itu.

Lalu bagaimana pendapatmu ketika anda melihat seorang wanita di jalan berjalan tanpa jilbab, apakah anda bisa menebak wanita itu muslimah ataukah tidak? Sulit untuk menduga jawabannya karena secara lahir (dzahir) ia sama dengan wanita non muslimah lainnya. Ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan “alhukmu ala dzawahir amma al bawathin fahukmuhu “ala llah’ artinya hukum itu dilandaskan atas sesuatu yang nampak adapun yang batin hukumnya adalah terserah Allah.

Rasanya tidak ada yang bisa menyangsikan kesucian hati ummahatul mukminin (istri-istri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam) begitupula istri-istri sahabat nabi yang mulia (shahabiyaat). Mereka adalah wanita yang paling baik hatinya, paling bersih, paling suci dan mulia. Tapi mengapa ketika ayat hijab turun agar mereka berjilbab dengan sempurna (lihat QS: 24 ayat 31 dan QS: 33 ayat 59) tak ada satupun riwayat termaktub mereka menolak perintah Allah Ta’ala. Justru yang kita dapati mereka merobek tirai mereka lalu mereka jadikan kerudung sebagai bukti ketaatan mereka. Apa yang ingin anda katakan? Sedangkan mengenai hadits diatas, banyak diantara saudara kita yang tidak mengetahui bahwa hadits diatas ada sambungannya. Lengkapnya adalah sebagai berikut:

“Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Sakhr radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak juga kepada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian “(HR. Muslim 2564/33).

Hadits diatas ada sambungannya yaitu pada nomor hadits 34 sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian dan juga harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian. (HR.Muslim 2564/34).

Semua adalah seiring dan sejalan, hati dan amal. Apabila hanya hati yang diutamakan niscaya akan hilanglah sebagian syariat yang mulia ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar dzakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekah atau amal ibadah lainnya. Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam beramal (beribadah) cukup mengandalkan hati saja, toh mereka adalah sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya mereka adalah orang yang sangat giat beramal tengoklah satu kisah indah diantara kisah-kisah indah lainnya. Urwah bin Zubair Radhiyallahu anhu misalnya, Ayahnya adalah Zubair bin Awwam, Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, Kakeknya Urwah adalah Abu Bakar Ash-Shidik, bibinya adalah Aisyah Radhiyallahu anha istri Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Urwah lahir dari nasab dan keturunan yang mulia jangan ditanya tentang hatinya, ia adalah orang yang paling lembut hatinya toh masih bersusah payah giat beramal, bersedekah dan ketika shalat ia bagaikan sebatang pohon yang tegak tidak bergeming karena lamanya ia berdiri ketika shalat. Aduhai,..betapa lalainya kita ini,..banyak memanjangkan angan-angan dan harapan padahal hati kita tentu sangat jauh suci dan mulianya dibandingkan dengan generasi pendahulu kita. Wallahu’alam bish-shawwab.

Written by Ummu Raihanah
Jilbab.or.id.