Thursday, November 27, 2008

Tips Membedakan Madu Asli dan Campuran

Madu palsu atau tiruanadalah larutan yang menyerupai madu. Dibuat tanpa pertolongan lebahatau menggunakan gula sebagai nektar. Umumnya mempunyai warna samadengan madu asli. Karena itu bagi orang awam sulit untuk membedakanantara madu asli dan madu tiruan. Pada perusahaan-perusahaan yang telahmendapat izin produksi akan mencantumkan keterangan produknya sehinggadapat diketahui apakah itu madu asli atau sintetis. Madu sintetis yangberedar di antaranya adalah madu melon, labu semangka, dan kurma.

Sejak lama madu palsu telah banyak diproduksi orang. Dengan caramencampur glukosa dengan gula pasir, buah, flavour serta zat warna. Dilaboratorium madu palsu akan mudah dikenali dengan analisis kimia.Kandungan HMF (5 hydroxyl-methyl furfural) dengan jumlah maksimum3mg/100gram, aktivitas enzim diastase minimal 5 serta rasio kandungankalium (K) dan natrium (Na) dalam madu asli sekitar 4,0 sedangkan madupalsu 0,005-0,1.

Pengujiankadar keaslian madu memang tidak gampang, di samping biayanya jugamahal. Dibutuhkan alat-alat canggih untuk mendeteksi ada tidaknyacampuran dengan gula lainnya di dalam madu. Sementara, khasiat maduyang sudah jelas manfaat bagi kesehatan, membuat para pedagang nakalmelakukan campuran dengan gula tebu atau gula aren. Bagi orangkebanyakan, rasa manis yang dikeluarkan oleh madu asli dan campuransulit dibedakan. Dengan melihat dan merasakannya, ahli madu akan dapatmembedakan antara madu asli dan yang palsu. Salah satu pengujian yangpaling praktis adalah dengan menggunakan pH meter. Madu palsu biasanyamemiliki pH 2,4-3,3 atau di atas 5, sedangkan madu asli mempunyai pH3,4-4,5. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat dilakukan uji kandunganmadu di laboratorium. Salah satu laboratorium tempat pengujian maduterdapat di Bogor.

Madu di Indonesia sendiri terbagi menjadi dua, yaitu madu hasillebah ternak dan madu hutan. Yang dimaksud madu ternak adalah madutersebut diambil dari nektar bunga pohon-pohon tertentu sepertirambutan, kelengkeng, durian dan sebagainya. Ketika pohon-pohontersebut sedang berbunga, maka digiringlah lebah-lebah yang sudahberada dalam kotak-kotak menuju perkebunan pohon tersebut. Ciri khasdari madu ternak adalah aroma madunya sesuai dengan nektar bunga daripohon yang dihinggapi.

Sedangkan madu hutan, lebih variatif nektar bunganya karena dihisapdari berbagai pohon. Madu hutan ini dikenal lebih baik karena lebihbanyak mengandung nutrisi yang terdiri dari mineral dan vitamin. Jenistawon madu hutan pun lebih baik daripada tawon madu ternak. Maduterbaik jenis ini tidak akan beku walaupun diletakkan di freezer selamaberbulan-bulan karena kadar airnya di bawah 20%.

Kendati demikian, baik madu hutan maupun madu ternak mempunyaikelemahan. Ketika dipanen pada musim hujan madu akan banyak mengandungair hujan, sedangkan sifat air hujan sendiri bersifat asam. Selainmenyebabkan lebih cair, madu juga teroksidasi udara menjadi lebih asamdan akan terfermentasi. Akibatnya, timbul gas yang bisa menjebol tutupbotolnya. Semut pun tidak mau menghampiri karena rasanya yangmasam-masam manis. Bila madu jenis ini dimasukkan ke dalam freezer akanmudah beku, meski termasuk asli.

Sebenarnya, ada beberapa cara untuk mengetahui keaslian madu secarailmiah. Misalnya dengan analisis karbon, analisis mikroskopis, analysishydroxymethylfurfural, analisis polaritas cahaya dan terakhir teskeasaman. Dari lima cara tersebut, empat yang pertama harus menggunakanalat bantu yang cukup mahal harganya dan keahlian tertentu. Jadi, tidaksemua orang bisa melakukannya. Sedangkan tes keasaman, merupakan tesyang terbilang relatif mudah dan tidak mahal. Tapi, masih tetapmemerlukan pengetahuan tentang madu yang mendalam. Jika tidak, tetapakan sulit membedakan mana madu asli, madu campuran, dan madu buatan (artificial honey).

Di masyarakat berkembang kebiasaan uji keaslian madu yangditunjukkan menyala ketika dibakar dengan korek api, telur bisa matang,tidak rembes ketika diteteskan pada kertas koran, dan sebagainya.Pengujian tersebut sebenarnya tidak seratus persen benar, masih butuhpembuktian melalui laboratorium.

Sebenarnya masih ada cara lain yang bisa menjadi tolok ukur dandilakukan oleh semua orang, yakni dengan meneteskan madu di air di ataspiring beling putih. Ketika piring digoyang ke kiri dan ke kanan, makasebelum madu itu bercampur akan membentuk segi enam atau sarang lebah.Semakin lama bentuk segi enam itu bertahan, berarti semakin baiknutrisi yang terkandung dalam madu tersebut alias madu asli. Semakincepat bentuk segi enam itu memudar, maka jelaslah itu madu campuran,karena nutrisinya sudah jauh berkurang.

Cara lain yang mungkin mudah dilakukan adalah sama seperti di atas,namun piringnya tidak digoyang-goyang. Cukup didiamkan saja. Madu asliyang memiliki kadar air rendah tidak akan membuat air di piring menjadikeruh. Sedangkan madu yang telah dicampur atau madu buatanperlahan-lahan akan membuat air menjadi keruh. Apakah semut bisamenjadi patokan untuk menentukan madu itu asli atau tidak? Padadasarnya, sifat semut suka pada yang manis-manis, termasuk rasa manisyang ada pada madu. Namun, semakin kental madunya (kadar airnyasedikit) semakin sulit bagi semut untuk mendeteksi lokasi rasa manismadu tersebut karena molekul yang ada di dalam madu tetap utuh, tidakpecah. Sebaliknya, bila kadar airnya tinggi (di atas 20%), maka semutmudah menghampiri.

Sumber: Fatawa Vol.III/No.01 | Desember 2006 / Dzulqa’dah 1427

Friday, November 14, 2008

Cinta, Kata Mereka

Menurut banyak pakar cinta, cinta adalah sebuah rasa yang dimiliki seseorang ketika melihat seseorang lainnya (biasanya dari lawan jenis) yang menarik perhatiannya. Apabila kedua orang ini cocok dan menjadi pasangan, maka rasa ini juga masih ada pada permulaan relasi.

Perasaan ini muncul karena di dalam tubuh diproduksi beberapa zat-zat tertentu yang sedikit membius otak dan efekya bisa disamakan dengan efek narkoba. Zat-zat tertentu ini dinamakan feromon.

Feromon membuat seseorang kecanduan, sehingga ingin melihat pasangannya atau orang idamannya seseringmungkin.

Akan tetapi perasaan jatuh cinta ini setelah selang beberapa waktu akan menhilang sedikit demi sedikit. Yang muncul biasanya rasa-rasa lain, seperti perasaan cinta sejati, kasih sayang, serta rasa aman dan nyaman.

Apalagi jika sudah menikah, perasaan-perasaan terakhir ini yang lebih menonjol.

Psikologis sebagai ilmu yang mempelajari kejiwaan manusia, sudah lama tertarik dengan konsep cinta (misalnya Eric Fromm, Maslow), karena manusia adalah satu-satunya makhluk, konon, yang daat merasakan cinta. Hanya saja masalahnya, sebagai sebuah konsep, cinta sedemikian abstraknya sehingga sulit untuk didekati secara ilmiah. Dalam tulisan ini dipilih teori seorang psikolog, Robert Stenberg, ang telah berusaha untuk menjabarkan cinta dalamkonteks hubungan antara dua orang.

Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan dan sebagainya. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orangtua, pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia besikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.

Sternberg terkenal dengan teorinya tentang segitiga cinta (bukan cinta segitiga, lho). Segitiga cinta itu mengandung komponen, yakni (1) keintiman (intimacy), (2) gairah (passion), dan (3) komitmen.
Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu dan ada keinginan untuk bergandengan tangan atau saling merangkul bahu. *hohoho* ;D
Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat SEKSUAL! ;]

Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara berkesinambungan dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama B-)

Menurut Sternberg, setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar, (yang dalam beberapa budaya, termasuk Islam) disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya melalui pernikahan.

Cinta dalam sebuah hubungan ini tidak selalu berada dalam konteks pacaran atau perkawinan. Pola-pola proporsi ketiga komponen ini dapat membentuk berbagai macam tipe hubungan seperti terlihat sbb:
  • Nonlove : Ketiga komponen tidak ada - Ada pada kebanyakan hubungan interpersonal, seperti pertemanan biasa (hanya kenalan saja)
  • Linking : Hanya keintiman - Ada kedekatan, saling pengertian, dukungan emosional dan kehangatan. Biasanya ada pada hubungan persahabatan *bisa teman sejenis juga maksutnya ^^
  • Infatuation : Hanya gairah - Seperti cinta pada pandangan pertama, ketertarikan secara fisik, biasanya mudah hilang.
  • Empty Love : Hanya komitmen - Biasanya ditemukan pada pasangan yang telah menikah dalam waktu yang panjang (misalnya pada pasangan usia lanjut)
  • Romantic Love : Keintiman dan gairah - Hubungan yang melibatkan gairah fisik maupun emosi yang kuat, tanpa ada komitmen (pacaran atau perkawinan)
  • Companionate Love : Keintiman dan komitmen - Hubungan jangka panjang yang tidak melibatkan unsur seksual, termasuk persahabatan *juga persahabatan antar suami istri ^^
  • Fatous Love : Gairah dan komitmen - Hubungan dengan komitmen tertentu (misalnya perkawinan) atas dasar gairah seksual. Biasanya pada suami istri yang sudah kehilangan keintimannya.
  • Consummate Love : Semua komponen - Menjadi tujuan dari hubungan cinta yang ideal B-)
Pada remaja, diharapkan (demikian menurut mereka) mulai mengenali cinta melalui hubungan yang mengandung komponen keintiman. Mulai dari tahap perkenalan, lalu menjadi teman akrab, lalu sahabat. Pada tahap persahabatan, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, diharapkan berkembang perasaan hangat, kedekatan dan emosi lain yang lebih kaya. Dalam hubungan antar jenis, persahabatan dapat berkembang dengan komitmen pacaran. Pada tahap pacaran ini keintiman dapat muncul komponen gairah dengan proporsi yang relatif rendah.
Pada pasangan yang telah dewasa, bila faktor-faktor emosiaonal dan sosial telah dinilai siap, maka hubungan itu dapat dilanjutkan dengan membuat komitmen perkawinan. Dalam perkawinan, diharapkan ketiga komponen ini tetap hadir dan sama kuatnya.

Pada budaya tertentu (yang mereka maksud dogma agama, seperti petunjuk dalam agama kita), komitmen dianggap sebagai kekuatan utama dalam perkawinan. Karena itu banyak perkawinan (dalam budaya tersebut) yang hanya dilandasi oleh komitmen masing-masing pihak pada lembaga perkawinan itu sendiri. Perkawinan dipandang sebagai keharusan budaya dan agama untuk melanjutkan keturunan atau karena usia, atau untuk meningkatkan status, atau sebab-sebab lain. Perkawinan seperti ini akan terasa kering, karena baik suami maupun istri hanya menjalankan kewajibannya saja.

Variasi lain, perkawinan hanya dianggap sebagai lembaga yang mengesahkan hubungan seksual. Perkawinan semacam ini kehilangan sifat persahabatannya, yang ditandai dengan tidak adanya kemesraan suami isteri, seperti makan bersama, berbincang-bincang, saling berpelu*an dan sebagainya ^^
Seperti diuraikan sebelumnya, pola hubungan cinta seseorang sangat ditentukan oleh pengalamannya sendiri mulai dari masa kanak-kanak. Bagaimana orangtuanya saling mengekspresikan perasaan cinta *atau malau betengkar melulu :( … hubungan awal dengan teman-teman dekat, kisah-kisah romantis sampai yang horor dan seterusnya, akan membekas dan mempengaruhi seseorang dalam berhubungan. Karenanya, setiap orang disarankan untuk menyadari kisah cinta yang ditulis untuk dirinya sendiri.

Memang teori Sternberg tentang cinta ini belumlah lengkap dan memuaskan semua orang. Misalnya, bagaimana teori ini dapat menjelaskan cinta ibu terhadap anaknya? Atau bagaimana cinta dapat dipertentangkan dengan perang dan kebencian? Hanya saja, sebagai sebuah deskripsi ilmiah terhadap fenomena cinta, teori ini dapat dikatakan cuku membantu dalam memetakan pola-pola hubungan cinta antar individu.

Catatan:


Apa yang diungkapkan oleh ‘pakar cinta’ di atas adalah proses mengendapnya rasa suka dalam jiwa seseorang yang mengubahnya menjadi nuansa rasa yang unik. Dalam konteks ini, tak banyak perbedaan yang berarti pada pandangan banyak pakar, pemerhati dan pengulas soal cinta. Selain itu, tak ada yang perlu dipersoalkan, karena yang diulas adalah substansi cinta, bukan justifikasinya atau keabsahannya. Di situ juga dibeberkan data-data ilmiyah yang berkaitan dengan unsur-unsur pembentuk cinta dalam tubuh manusia. Hal ini pun, tidak terlalu mendesak untuk dikomentari. Soal analogi ccinta dengan feromon atau sejenis zat candu, juga bukan soal yang harus dikontroversikan. Selain kenyataan bahwa cinta asmara memang tidak jauh dari itu, ini pun bukan soal legalitas atau sebaliknya. Namun ada sisi-sisi yang harus dicermati dengan kaidah-kaidah yang benar, agar pemaknaan cinta asmara dan penempatannnya secara proporsional, tidak ternodai oleh pandangan-pandangan liberal yang anti kode etik, adab dan nilai-nilai agama yang absolut.

Pertama, cinta yang muncul melalui cara yang halal, seperti antara suami isteri, atau ibu dengan anaknya dan seterusnya, hanya akan hilang bila secara aturan agama hubungan cinta itu sudah tidak bisa dilanjutkan. Suami, bila sudah bercerai dengan istri, atau salah satunya menjadi kafir. Begitu pula, bila salah satu dari ibu atau anak, murtad.

Kedua, benar, bahwa kesejatian cinta diperoleh seseorang dengan pasangannya, bila sudah bersuami istri. Di sini seharusnya disadari bahwa ketidak sejatian cinta antar pasangan yang belum menikah lebih karena belum terikat sesuatu yang membuatnya halal.
Ketiga, cinta akan dijabarkan oleh sesuai dengan latar belakang pemikiran, keyakinan, pengalaman dan lain sebagainya. Namun semuanya hanya berada di awang-awang, dan tidak bisa ‘diikat’ dengan batasan tertentu, kecuali nilai-nilai agama.
 
Keempat, tiga elemen cinta yang disebutkan oleh Sternberg cukup logis. Namun dalam penjabarannya ia sedikit tersandung. Itu mudah dimaklumi, karena ia tidak membekali dirinya dengan ilmu-ilmu rabbani. Ia tidak mengerti seribu satu bahaya yang muncul akibat hubungan cinta kasih pra nikah. Betapapun menurut etikanya, cinta itu harus dibatasi pada dominasi elemen cinta pertama, yaitu keintiman, namun sama sekali tak menyelesaikan masalah. Karena nafsu, ibarat anak bayi yang disusui. Tanpa disapih dengan paksa, akan sulit -bahkan sering sekali mustahil- membujuknya berhenti menyusu. Batasan-batasan yang ada dalam agama bertujuan mengikat dan membatasi manusia pada hal-hal yang tidak mungkin dicapai oleh akal. Atau, kalaupun dapat dicapai, hanya sebagian sisinya saja. Karena terbukti, hikmah-hikmah yang ada dalam ajaran Islam, soal halal dan haram misalnya, hanya sedikit yang dapat diungkap oleh manusia. Dan itu pun sudah dianggap sebagai pencapaian luar biasa. Sehingga, artinya, terlalu banyak hal yang tak dapat dicapai oleh ilmu manusia. Untuk alasan itulah, Allah menetapkan hukum-hukum bagi mereka,

“…dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit…” (Al-Isra’ : 85)

Kelima, sebenarnya bukan hanya remaja, anak-anak sekalipun harus diperkenalkan tentang cinta. Namun pengenalan di sini berarti pengenalan tentang hakikatnya, adab-adab dan hukum-hukumnya yang terkait dengannya. Artinya, pengenalan di sini bukan berarti anak-anak dan remaja dibimbing untuk saling bercinta dengan pasangannya, meski dengan batasan apapun. Sama halnya dengan soal SEKS. Pengenalan seks bagi anak dan remaja adalah pengenalan tentang substansinya, adab dan hukum-hukumnya secara bertahap, disesuaikan dengan kadar pemahaman mereka. Pengenalan soal seks, bukan berarti menggiring mereka melakukan seks bebas atau seks pra nikah.

Sternberg tampaknya juga percaya, bahwa ikatan resmi cinta kasih berupa akad pernikahan diperlukan untu mengikat cinta kasih. Namun ia tidak sampai pada kesimpulan hukum berupa keharusan. Sekali lagi, itu wajar-wajar saja, karena ia memang tidak memiliki sudut pandang keagamaan, apalagi untuk mengenal petunjuk Islam. Artinya, menurut Sternberg, cinta yang tumbuh berkembang secara bebas pada sepasang insan yang saling mencintai, sebelum diikat perkawinan, sah-sah saja. Kalau ia sedikit berpikir tentang kesejatian cinta pasca nikah, seperti yang dia ungkapkan sebelumnya, nilai-nilai Islam itu pasti akan tertangkap dengan jelas. Dan dia pun akan sadar betapa Islam memang datang sebagai kemashlahatan umat manusia.

Dalam Islam, segala jalan untuk menuju hunganga cinta kasih sebelum menikah, harus sangat diwaspadai, karena merupakan satu tangga menuju perzinaan yang jelas-jelas haram.

Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra’ : 32)

Sementara zina itu sendiri, selain haram juga dapat mengikis nilai-nilai iman, sehingga berakibat pada berkurangnya komitmen pada kebenaran.

Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :

“Setiap pezinaa ketika melakukan perzinaannya, bukanlah seorang mukmin. Setiap peminum khmar ketika meminum khamrnya, bukanlah seorang mukmin. Setiap pencuri ketika melakukan pencurian, bukanlah seorang mukmin.” (Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (V:119, AlFath); dan Muslim (57) harist Abu Hurairah).

Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda, “Apabila ada hamba yang berzina, imannya akan keluar dari dalam dirinya. Bentuknya seperti bayang-bayang. Apabila si hamba sudah meninggalkan perbuatan maksiatnya, iman itu pun kembali kepadanya.” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud (4690) dan yang lainnya dari hadist Abu Hurairah dengan sanad yang shahih).

Bahkan, demi menjaga kaum muslimin dari perzinaan, Islam juga menganjurkan masing-masing pihak pria dan wanita untuk menjaga sikap dan perilaku mereka terhadap awan jenis. Bahkan isteri-isteri Nabu pun pernah mendapatkan peringatan terhadap hal itu, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:

“…Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya…” (Al-Ahzab : 32)

Menurut Ibnul Qayyim, semua ayat ini berkaitan dengan penyakit syahwat, yaitu keinginan untuk bermaksiat, terutama berzina. (Ath Thibb An Nabawi hal 1-2).
Diketik ulang dari buku Sutra Asmara *hoho* karya Ust Abu Umar Basyier.

Tuesday, November 11, 2008

Faedah Shalat Tashbih

Tata Cara Sholat
Secara umum sholat tasbih sama dengan tata cara yag lain, hanya ada tambahan bacaan tasbih yaitu :
“Subhanallah wal hamdulillahi wa laa ilaa ha illallahu waAllahu akbar”
Lafadz ini diucapkan sebanyak 75 kali tiap raka’at dengan perincian sbb:
  • Sesudah membaca Al-Fatihah dan surah sebelum ruku sebanyak 15 kali
  • Ketika ruku’ sesudah membaca do’a ruku’ dibaca lagi sebanyak 10 kali
  • Ketika bangun dari ruku’ sesudah bacaan I’tidal dibaca 10 kali
  • Ketika sujud pertama sesudah membaca do’a sujud dibaca 10 kali
  • Ketika duduk diantara dua sujud sesudah membaca bacaan antara dua sujud dibaca 10 kali
  • Ketika sujud yang kedua sesudah membaca do’a sujud dibaca lagi sebanyak 10 kali
  • Ketika bangun dari sujud yang kedua sebelum bangkit (duduk istirahat) dibaca lagi sebanyak 10 kali.
Demikianlah dilakukan sebanyak 4 raka’at dengan sekali tasyahud yaitu pada raka’at yang ke empat lalu salam. Dan boleh juga dilakukan dua raka’at dua raka’at dan setiap dua raka’at membaca tasyahud kemudian salam. Wallahu a’lam…

Jumlah Raka’at
Semua riwayat menunjukkan 4 raka’at dengan tasbih sebanyak 75 kali tiap raka’at , jadi keseluruhannya 300 kali tasbih.

Waktu Sholat
Yang paling utama waktu sholat tasbih adalah sesudah tenggelamnya matahari sebagaimana dalam riwayat ‘Abdullah bin Amr. Tapi dalam riwayat Ikrimah yang Mursal diterangkan boleh malam dan boleh siang. Wallahu A’lam…

Catatan
Sholat ini ada pilihan : boleh tiap hari, kalau tidak bisa boleh tiap pekan kalau tidak bisa boleh tiap bulan, kalau tidak bisa boleh tiap tahun dan kalau tidak bisa boleh sekali seumur hidup, karena itu hendaklah kita memilih mana yang paling sesuai dengan kondisi kita masing-masing.

Kesimpulan
Hadits tentang sholat tasbih adalah hadits yang tsabit/sah dari Rasulullah r , maka boleh diamalkan sesuai dengan tata cara yang telah disebutkan diatas.

Penutup
Untuk melengkapi pembahasan yang singkat ini, maka kami juga sertakan penyimpangan-penyimpangan (bid’ah–bid’ah) yang banyak terjadi sekitar pelaksanaan sholat tasbih, diantaranya :
  1. Mengkhususkan pada malam Jum’at saja.
  2. Dilakukan secara berjama’ah terus menerus.
  3. Diiringi dengan bacaan-bacaan tertentu sebelum sholat ataupun sesudah sholat.
  4. Tidak mau sholat kecuali bersama Imamnya atau Jama’ahnya atau tariqatnya.
  5. Tidak mau sholat kecuali dimesjid tertentu.
  6. Keyakinan sebagian yang melakukannya bahwa rezekinya akan bertambah dengan sholat tasbih.
Membawa binatang-binatang tertentu untuk disembelih sebelum atau sesudah sholat tasbih disertai dengan keyakinan-keyakinan tertentu.

http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Fiqh&article=24

Saturday, November 8, 2008

Memohon Ilmu yang Bermanfaat

Untuk semua temen2 di timur dan barat; yg mo exam ^^
“Ilmu itu terbagi dua, yaitu ilmu hati (yang sampai ke hati) dan ilmu lisan (hanya di lisan). Ilmu hati itulah ilmu yang bermanfaat, sedangkan ilmu lisan adalah tercela.”
Demikian ucapan Al Hasan Al Bashri dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam buku Al Iman halaman 21.
Orang-orang munafik terkadang membaca Al Qur’an, memahami, dan membenarkan bahwa ia adalah Kalamullah. Mereka mengakui bahwa yang dibawa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah Al Haq, tetapi mereka tidak mengimaninya. Orang-orang yahudi dan nashrani mengenal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam seperti mengenal anak-anak mereka sendiri tetapi mereka bukan orang-orang Mukmin. Contoh lain adalah iblis dan fir’aun la’natullah ‘alaihima, keduanya mengakui wujud (keberadaan) Allah dan para Nabi tetapi belum disebut Mukmin. Mereka semua tidak mencapai ilmu dan ma’rifat secara sempurna karena belum mengamalkan pengetahuan atau ilmu yang diperoleh. Orang yang tidak mengamalkan ilmu yang dimilikinya disebut jahil. (Al Iman halaman 22)
Ibnu Qudamah rahimahullah menyebut ilmu yang tidak bermanfaat sebagai sumber akhlak tercela. Beliau mencontohkan ilmu yang tidak bermanfaat adalah berdebat. Pada umumnya tujuan berdebat adalah untuk menampilkan kepandaian berbicara, menjatuhkan kehormatan lawan debat atau pihak yang terlibat dalam perdebatan itu, atau semata untuk mendapat pujian. (Minhajul Qasidin halaman 18, cetakan Muassasah Al Kutub, Ats Tsaqafah, 1987)
Oleh sebab itu, kita diperintahkan untuk memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ilmu yang bermanfaat. Di antara doanya adalah :
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima (di sisi-Mu).” (HR. Ibnu Sunni dalam Amalul Yaumi wal Lailah nomor 54 dan Ibnu Majah nomor 935. Hadits ini dihasankan oleh Abdul Qadir dan Syu’aib Al Arnauth dalam Tahqiq Zadul Ma’ad juz 3/385)
Doa ini dianjurkan dibaca pada pagi hari setelah shalat shubuh. (Lihat Hishnul Muslim halaman 67)
Pada hadits lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengucapkan doa :

“Ya Allah, berilah manfaat dengan apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku dan ajarkanlah apa yang bermanfaat untukku. Tambahkanlah aku ilmu. Segala puji bagi Allah pada semua keadaan. Aku berlindung kepada Allah dari adzab neraka.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya. Lihat Sunan Tirmidzi nomor 49 dalam Kitab Da’wat dan Nasai dalam Sunan-nya nomor 3833 dari Abu Hurairah. Hadits ini dishahihkan oleh Al Albani dalam Misykah nomor 2493, tanpa lafadh “alhamdulillah ‘alaa kulli haal … .”)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengancam keras dengan neraka kepada orang yang mempelajari ilmu agama untuk berbangga-bangga.

“Barangsiapa menuntut ilmu agama untuk berbangga-bangga di hadapan para Ahli Ilmu atau mengelabuhi orang-orang bodoh atau agar mendapatkan perhatian khalayak, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR. Tirmidzi dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykah nomor 233-235 dan At Ta’liq At Targhib nomor 68 juz 1)
Jadi, ilmu agama hanyalah digunakan untuk kebaikan dunia dan akhirat. Ilmu ini akan menuntun kehidupan ke jalan yang lurus. Jalan lurus (shirathal mustaqim) akan mengantarkan seseorang ke Jannah (Surga) dan menjauhkannya dari neraka.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan kita ilmu yang bermanfaat dan terus menambahkan ilmu tersebut kepada kita sebagaimana Dia telah menganugerahkannya kepada Nabi dan Qudwah kita Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Maraji’ :
  1. Al Iman, Ibnu Taimiyyah.
  2. Al Adzkar, Imam Nawawi, tahqiq Abdul Qadir Al Arnauth.
  3. Minhajul Qasidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisi.
  4. Sunan Tirmidzi, Al Imam At Tirmidzi.
  5. Sunan Ibnu Majah, Al Imam Ibnu Majah.
  6. Ta’liq Misykatul Mashabih, Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani.

Permisalan Wanita Baik bagi Insan Beriman

Al-Qur`an telah bertutur tentang dua wanita shalihah yang keimanannya telah menancap kokoh di relung kalbunya. Dialah Asiyah bintu Muzahim, istri Fir’aun, dan Maryam bintu ‘Imran. Dua wanita yang kisahnya terukir indah di dalam Al-Qur`an itu merupakan sosok yang perlu diteladani wanita muslimah saat ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia:

وَضَرَبَ اللهُ مَثَلاً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ. وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُوْحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِيْنَ

Dan Allah membuat istri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika istri Fir’aun berkata: “Wahai Rabbku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga. Dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.” (Perumpamaan yang lain bagi orang-orang beriman adalah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Rabbnya dan kitab-kitab-Nya, dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat. (At-Tahrim: 11-12)

Asiyah bintu Muzahim, istri Fir’aun, dan Maryam bintu ‘Imran adalah dua wanita kisahnya terukir indah dalam Al-Qur`an. Ayat-ayat Rabb Yang Maha Tinggi menuturkan keshalihan keduanya dan mempersaksikan keimanan yang berakar kokoh dalam relung kalbu keduanya. Sehingga pantas sekali kita katakan bahwa keduanya adalah wanita yang manis dalam sebutan dan indah dalam ingatan. Asiyah dan Maryam adalah dua dari sekian qudwah (teladan) bagi wanita-wanita yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan uswah hasanah bagi para istri kaum mukminin.

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullahu berkata dalam kitab tafsirnya: “Allah yang Maha Tinggi berfirman bahwasanya Dia membuat permisalan bagi orang-orang yang membenarkan Allah dan mentauhidkan-Nya, dengan istri Fir’aun yang beriman kepada Allah, mentauhidkan-Nya, dan membenarkan Rasulullah Musa ‘alaihissalam. Sementara wanita ini di bawah penguasaan suami yang kafir, satu dari sekian musuh Allah. Namun kekafiran suaminya itu tidak memudharatkannya, karena ia tetap beriman kepada Allah. Sementara, termasuk ketetapan Allah kepada makhluk-Nya adalah seseorang tidaklah dibebani dosa orang lain (tapi masing-masing membawa dosanya sendiri, -pent.1), dan setiap jiwa mendapatkan apa yang ia usahakan.” (Jami’ul Bayan fi Ta`wilil Qur`an/ Tafsir Ath-Thabari, 12/162)

Pada diri Asiyah dan Maryam, ada permisalan yang indah bagi para istri yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir. Keduanya dijadikan contoh untuk mendorong kaum mukminin dan mukminat agar berpegang teguh dengan ketaatan dan kokoh di atas agama. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an/ Tafsir Al-Qurthubi, 9/132)

Seorang istri yang shalihah, ia akan bersabar dengan kekurangan yang ada pada suaminya dan sabar dengan kesulitan hidup bersama suaminya. Tidaklah ia mudah berkeluh kesah di hadapan suaminya atau mengeluhkan suaminya kepada orang lain, apalagi mengghibah suami, menceritakan aib/ cacat dan kekurangan sang suami. Bagaimana pun kekurangan suaminya dan kesempitan hidup bersamanya, ia tetap bersyukur di sela-sela kekurangan dan kesempitan tersebut, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihkan lelaki muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir sebagai pendamping hidupnya. Dan tidak memberinya suami seperti suami Asiyah bintu Muzahim yang sangat kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbuat aniaya terhadap istri karena ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Tersebutlah, ketika sang durjana yang bergelar Fir’aun itu mengetahui keimanan Asiyah istrinya, ia keluar menemui kaumnya lalu bertanya: “Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah bintu Muzahim?” Merekapun memujinya. Fir’aun berkata: “Ia menyembah Tuhan selain aku.” Mereka berkata: “Kalau begitu, bunuhlah dia.” Maka Fir’aun membuat pasak-pasak untuk istrinya, kemudian mengikat kedua tangan dan kedua kaki istrinya, kemudian menyiksanya di bawah terik matahari. Jika Fir’aun berlalu darinya, para malaikat menaungi Asiyah dengan sayap-sayap mereka. Asiyah berdoa: “Wahai Rabbku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah di dalam surga.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabulkan doa Asiyah dengan membangunkan sebuah rumah di surga untuknya. Dan rumah itu diperlihatkan kepada Asiyah, maka ia pun tertawa. Bertepatan dengan itu Fir’aun datang. Melihat Asiyah tertawa, Fir’aun berkata keheranan: “Tidakkah kalian heran dengan kegilaan Asiyah? Kita siksa dia, malah tertawa.”

Menghadapi beratnya siksaan Fir’aun, hati Asiyah tidak lari untuk berharap kepada makhluk. Ia hanya berharap belas kasih dan pertolongan dari Penguasa makhluk, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia berdoa agar diselamatkan dari siksaan yang ditimpakan Fir’aun dan kaumnya serta tidak lupa memohon agar diselamatkan dari melakukan kekufuran sebagaimana yang diperbuat Fir’aun dan kaumnya.2

Akhir dari semua derita dunia itu, berujung dengan dicabutnya ruh Asiyah untuk menemui janji Allah Subhanahu wa Ta’ala.3

Istri yang shalihah akan menjaga dirinya dari perbuatan keji dan segala hal yang mengarah ke sana. Sehingga ia tidak keluar rumah kecuali karena darurat, dengan izin suaminya. Kalaupun keluar rumah, ia memperhatikan adab-adab syar‘i. Dia menjaga diri dari bercampur baur apalagi khalwat (bersepi-sepi/ berdua-duaan) dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Ia tidak berbicara dengan lelaki ajnabi (non mahram) kecuali karena terpaksa dengan tidak melembut-lembutkan suara. Dan ia tidak melepas pandangannya dengan melihat apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia ingat bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji Maryam yang sangat menjaga kesucian diri, sehingga ketika dikabarkan oleh Jibril  bahwa dia akan mengandung seorang anak yang kelak menjadi rasul pilihan Allah, Maryam berkata dengan heran:

أَنَّى يَكُوْنُ لِي غُلاَمٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا

“Bagaimana aku bisa memiliki seorang anak laki-laki sedangkan aku tidak pernah disentuh oleh seorang manusia (laki-laki) pun dan aku bukan pula seorang wanita pezina.” (Maryam: 20)

Wanita shalihah akan mengingat bagaimana keimanan Maryam kepada Allah  dan bagaimana ketekunannya dalam beribadah, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya dan mengutamakannya di atas seluruh wanita.

وَإِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسآءِ الْعَالَمِيْنَ

Ingatlah ketika malaikat Jibril berkata: “Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, mensucikan dan melebihkanmu di atas segenap wanita di alam ini (yang hidup di masa itu).” (Ali ‘Imran: 42)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

حَسْبُكَ مِنْ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ: مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَخَدِيْجَةُ بِنْتَ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ

“Cukup bagimu dari segenap wanita di alam ini (empat wanita, yaitu:) Maryam putri Imran, Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad, dan Asiyah istri Fir’aun.”4

Yakni cukup bagimu untuk sampai kepada martabat orang-orang yang sempurna dengan mencontoh keempat wanita ini, menyebut kebaikan-kebaikan mereka, kezuhudan mereka terhadap kehidupan dunia, dan tertujunya hati mereka kepada kehidupan akhirat. Kata Ath-Thibi, cukup bagimu dengan mengetahui/ mengenal keutamaan mereka dari mengenal seluruh wanita. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Al-Manaqib)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda memuji Asiyah dan Maryam5:

كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيْرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأُةُ فِرْعَوْنَ وَمَرْيَمُ ابْتَةُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيْدِ عَلى سَائِرِ الطَّعَامِ

“Orang yang sempurna dari kalangan laki-laki itu banyak, namun tidak ada yang sempurna dari kalangan wanita kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam putri Imran. Sungguh keutamaan ‘Aisyah bila dibanding para wanita selainnya seperti kelebihan tsarid6 di atas seluruh makanan.”7

Di antara keutamaan Asiyah adalah ia memilih dibunuh daripada mendapatkan (kenikmatan berupa) kerajaan (karena suaminya seorang raja). Dan ia memilih azab/ siksaan di dunia daripada mendapatkan kenikmatan yang tadinya ia reguk di istana sang suami yang dzalim. Ternyata firasatnya tentang Musa  benar adanya ketika ia berkata kepada Fir’aun saat mengutarakan keinginannya untuk menjadikan Musa ‘alaihissalam sebagai anak angkatnya: قُرَةُ عَيْنٍ لِي (agar ia menjadi penyejuk mata bagiku).8 (Fathul Bari 6/544)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Ayat-ayat ini (surat At-Tahrim ayat 10-12) mengandung tiga permisalan, satu untuk orang-orang kafir dan dua permisalan lagi untuk kaum mukminin.”

Setelah beliau menyebutkan permisalan bagi orang kafir, selanjutnya beliau berkata: “Adapun dua permisalan bagi orang-orang beriman, salah satunya adalah istri Fir’aun. Sisi permisalannya:

Hubungan seorang mukmin dengan seorang kafir tidaklah bermudharat bagi si mukmin sedikitpun, apabila si mukmin memisahkan diri dari orang kafir tersebut dalam kekafiran dan amalannya. Karena maksiat yang diperbuat orang lain sama sekali tidak akan berbahaya bagi seorang mukmin yang taat di akhiratnya kelak, walaupun mungkin ketika di dunia ia mendapatkan kemudharatan dengan sebab hukuman yang dihalalkan bagi penduduk bumi bila mereka menyia-nyiakan perintah Allah, lalu hukuman itu datang secara umum (sehingga orang yang baik pun terkena). Istri Fir’aun tidaklah mendapatkan mudharat karena hubungannya dengan Fir’aun, padahal Firaun itu adalah manusia paling kafir. Sebagaimana istri Nabi Nuh dan Nabi Luth ‘alaihimassalam tidak mendapatkan kemanfaatan karena hubungan keduanya dengan dua utusan Rabb semesta alam.

Permisalan yang kedua bagi kaum mukminin adalah Maryam, seorang wanita yang tidak memiliki suami, baik dari kalangan orang mukmin ataupun dari orang kafir. Dengan demikian, dalam ayat ini Allah menyebutkan tiga macam wanita:

Pertama: wanita kafir yang bersuamikan lelaki yang shalih.9
Kedua: wanita shalihah yang bersuamikan lelaki yang kafir.
Ketiga: gadis perawan yang tidak punya suami dan tidak pernah berhubungan dengan seorang lelakipun.

Jenis yang pertama, ia tidak mendapatkan manfaat karena hubungannya dengan suami tersebut.
Jenis kedua, ia tidak mendapatkan mudharat karena hubungannya dengan suami yang kafir.
Jenis ketiga, ketiadaan suami tidak bermudharat sedikitpun baginya.

Kemudian, dalam permisalan-permisalan ini ada rahasia-rahasia indah yang sesuai dengan konteks surat ini. Karena surat ini diawali dengan menyebutkan istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan peringatan kepada mereka dari saling membantu menyusahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam10. Bila mereka (istri-istri Nabi) itu tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta tidak menginginkan hari akhirat, niscaya tidak bermanfaat bagi mereka hubungan mereka dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana istri Nuh dan istri Luth tidak mendapatkan manfaat dari hubungan keduanya dengan suami mereka. Karena itulah di dalam surah ini dibuat permisalan dengan hubungan nikah11 bukan hubungan kekerabatan.

Yahya bin Salam berkata: “Allah membuat permisalan yang pertama untuk memperingatkan ‘Aisyah dan Hafshah radhiallahu ‘anhuma. Kemudian memberikan permisalan kedua bagi keduanya untuk menganjurkan keduanya agar berpegang teguh dengan ketaatan.

Adapula pelajaran lain yang bisa diambil dari permisalan yang dibuat untuk kaum mukminin dengan Maryam. Yaitu, Maryam tidak mendapatkan mudharat sedikit pun di sisi Allah dengan tuduhan keji yang dilemparkan Yahudi dan musuh-musuh Allah terhadapnya. Begitu pula sebutan jelek untuk putranya, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mensucikan keduanya dari tuduhan tersebut. Perlakuan jahat dan tuduhan keji itu ia dapatkan padahal ia adalah seorang ash-shiddiqah al-kubra (wanita yang sangat benar keimanannya, sempurna ilmu dan amalnya12), wanita pilihan di atas segenap wanita di alam ini. Lelaki yang shalih (yakni Isa putra Maryam ‘alaihissalam) pun tidak mendapatkan mudharat atas tuduhan orang-orang fajir dan fasik terhadapnya.

Dalam ayat ini juga ada hiburan bagi ‘Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu ‘anha (atas tuduhan keji yang ia terima dari orang-orang munafik), jika surat ini turun setelah peristiwa Ifk13. Dan sebagai persiapan bagi jiwanya untuk menghadapi apa yang dikatakan para pendusta, bila surat ini turun sebelum peristiwa Ifk.

Sebagaimana dalam permisalan dengan istri Nuh dan Luth ada peringatan bagi ‘Aisyah dan juga Hafshah dengan apa yang diperbuat keduanya terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (At-Tafsirul Qayyim, hal. 396-498)

Demikian, semoga menjadi teladan dan pelajaran berharga bagi para istri shalihah…
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Tanzil-Nya:
وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Dan tidaklah seseorang melakukan suatu dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri, dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Al-An’am: 164)
2 Faedah: Al-’Allamah Al-Alusi rahimahullahu dalam tafsirnya mengatakan: “Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa beristi`adzah (minta perlindungan) kepada Allah dan mohon keselamatan dari-Nya ketika terjadi ujian/ cobaan dan goncangan, merupakan kebiasaan yang dilakukan orang-orang shalih dan sunnah para nabi. Dan ini banyak disebutkan dalam Al-Qur`an.” (Ruhul Ma’ani fi Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim was Sab’il Matsani, 13/791)
3 Jami’ul Bayan fi Ta‘wilil Qur`an 12/162, Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an/ Tafsir Al-Qurthubi 9/132, Ruhul Ma’ani 13/790, An-Nukat wal ‘Uyun Tafsir Al-Mawardi 6/47.
4 HR. At-Tirmidzi no. 3878, kitab Manaqib ‘an Rasulillah, bab Fadhlu Khadijah radhiallahu ‘anha, dari hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 6181.
5 Ada sebagian atsar yang menyebutkan bahwa Maryam dan Asiyah diperistri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga, sebagaimana riwayat Ath-Thabrani dari Sa’ad bin Junadah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ زَوَّجَنِي فِي الْجَنَّةِ مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ وَامْرَأَةَ فِرْعَوْنَ وَأُخْتَ مُوْسى عَلَيْهِ السَّلاَمِ
“Sesungguhnya Allah menikahkan aku di surga dengan Maryam bintu Imran, istri Fir’aun (Asiyah), dan dengan (Kultsum) saudara perempuannya Musa ‘alaihissalam.”
Namun hadits ini lemah, Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah (no. 812) mengatakan hadits ini mungkar.
Adapun pendapat yang mengatakan Maryam dan Asiyah adalah nabi dari kalangan wanita sebagaimana Hajar dan Sarah, tidaklah benar karena syarat nubuwwah (kenabian) adalah dari kalangan laki-laki, menurut pendapat yang shahih. (Ruhul Ma’ani, 13/793)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُوْحِي إِلَيْهِمْ
“Tidaklah Kami mengutus rasul sebelummu kecuali dari kalangan laki-laki yang Kami berikan wahyu kepada mereka.” (An-Nahl: 43)
6 Tsarid adalah makanan istimewa berupa daging dicampur roti yang dilumatkan.
7 HR. Al-Bukhari no. 3411, kitab Ahaditsul Anbiya, bab Qaulillahi Ta’ala: Wa Dharaballahu Matsalan lilladzina Amanu… . Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim no. 6222, kitab Fadha`il Ash-Shahabah.
8 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُوْنَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُوْدَهُمَا كَانُوْا خَاطِئِيْنَ. وَقَالَتِ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لاَ تَقْتُلُوْهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لاَ يَشْعُرُوْنَ
“Maka Musa dipungut oleh keluarga Fir’aun yang kemudian ia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya
Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan berkatalah istri Fir’aun kepada suaminya: ‘Ia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kalian membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil ia menjadi anak.’ Sedangkan mereka tiada menyadari.” (Al-Qashash: 8-9)
9 Yaitu istri Nabi Nuh ‘alaihissalam dan istri Nabi Luth ‘alaihissalam
10 Lihat surat At-Tahrim ayat 1 sampai 5.
11 Hubungan istri dengan suaminya; istri Nuh dengan suaminya, istri Luth dengan suaminya, dan Asiyah dengan suaminya Fir‘aun.
12 Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 875
13 Kisah Ifk ini (tuduhan zina terhadap ‘Aisyah) beserta pernyataan kesucian ‘Aisyah diabadikan dalam Al-Qur`an, surah An-Nur ayat 11-26.

Friday, November 7, 2008

Pasca Kelahiran Bayi

Buat ukhtina yg akan segera melangsungkan ‘hari bahagia’ nya.. buat yg masih belum mendapatkan kesempatan untuk menerima amanah yg membahagiakan itu,, selamat belajar.. dcopy dari Jilbab.or.id.

Persiapan pasca persalinan

Reaksi bayi sehat:

Bayi akan terkejut jika kita tepuk tangan dekat bayi saat bayi tertidur, 2 lengan akan bergerak merangkul kedua tungkai akan diangkat menekuk pada lutut.

Selanjutnya » Show/Hide