Wednesday, November 11, 2009

Nikah Kesandung Suku

Kali ini mau ngebahas yang lagi ngetren di kalangan muda mudi yang sedang memadu kasih. Kenapa dikatakan lagi ngetren? Saya pribadi sudah beberapa kali ngeliat kasus serupa terjadi di masyarakat tempat saya tinggal. Ini bukan soal pacaran,..itu mah lewat,…kali ini soal pernikahan, sesuatu yang menjadikan hubungan yang haram menjadi halal antara kedua anak manusia.

Beberapa waktu lalu rumahku kedatangan tamu lagi, tapi bukan tamu saya, seperti biasa tamu ayah saya yang datang karena berkasus. Sedikit cerita soal profesi beliau, beliau adalah seorang Hakim Pengadilan Tinggi Agama, jadi wajar saja kalau tamu-tamu beliau kebanyakan orang-orang berkasus yang datang untuk berkonsultasi seputaran pernikahan, perceraian, warisan dan segala yang berhubungan dengan hukum perdata.

Kembali ke soal tamu ayah saya itu, mereka datang bersama kakekku, kenapa bersama kakek? Ternyata oh ternyata tamu ayah saya itu masih ada hubungan keluarga dengan diriku, kakek yang bilang. Jadi mereka datang berempat yaitu kakek, paman (kusebut paman karena masih ada hubungan keluarga), seorang pria berumur kira-kira 25-an (masih ada hubungan keluarga juga dengan diriku) dan satu lagi seorang gadis berjilbab sebaya denganku (berasal dari Gorontalo). Mereka kutemui saat baru saja turun dari sebuah mobil yang mereka kendarai saat diriku baru saja pulang dari mengajar dan shalat Isya bersama ayah di mushalah dekat rumah.

Di ruang tamu mulailah mereka bercerita permasalahan yang membuat mereka sampai datang menemui ayah untuk berkonsultasi. Sejak dulu tanpa sengaja maupun sengaja sering saya ikut larut dalam permasalahan-permasalahan seputaran rumah tangga khususnya, jadi sudah cukup banyak tau polemik yang terjadi dari berbagai kasus yang ada. Menyimak, alias “nguping” tuingggggg hehee, nguping yang bener loh bukan buat gossip atau nyebar aib orang, tapi buat dijadiin bahan analisa, pengumpulan data, diolah dah akhirnya menjadi sebuah hasil yaitu pengalaman ting ting.

Huhuuuu kali ini dirimu kebanyakan cakap,..lanjuuuut. oooow ternyata permasalahan yang terjadi tidak jauh berbeda dengan kasus yang menimpa teman kakak saya dua tahun yang lalu “ingin menikah tak dapat restu orang tua karena alasan beda suku” fiuuuuh. Sebut saja namanya Dewi seorang sarjana kedokteran, kedua orang tuanya bersuku asli Bugis dan berdomisili di Sulawesi. Suatu ketika bertemu dengan seorang lelaki sebut saja Rudi, seorang yang sudah cukup mapan dalam pekerjaan (bukan seorang dokter), suku Jawa dan berdomisili di Jawa. Mereka sudah berkomitmen untuk menikah, namun saat Rudi bersama ibunya berniat datang untuk bersilaturahmi dengan orang tua Dewi, justru mereka ditolak bahkan diusir dari rumah oleh ayah Dewi. Alasan ayahnya menolak dan tidak merestui mereka menikah yang paling mendasar adalah karena perbedaan suku, ayahnya tidak ingin Dewi menikah dengan suku Jawa dan bukan seorang dokter, maka mulailah Dewi dijodohkan dengan pilihan orang tuanya. Tapi Dewi tetap bertahan dan tidak ingin dijodohkan, hingga akhirnya kabur dari rumah. Dan ceritanya berlabuh pada pelaporan Dewi ke kantor Pengadilan Agama yang saat itu ayahku lah yang langsung menangani masalahnya, dia meminta solusi wali hakim untuk menikahkannya dengan Rudi, pilihan hatinya. Tentunya saat itu cara damai ditempuh, sampai ayahku bersama keluarga Rudi datang bersilaturahmi ke orang tua Dewi, namun hasilnya tetap saja nihil, ayahnya tetap saja tak merestui, berbagai cara sudah dilakukan dan karena keteguhan dan kesungguhan usaha mereka yang tentunya diiringi dengan do’a akhirnya ayahnya luluh, awal 2009 lalu akhirnya mereka menikah dengan restu ayahnya sebagai wali nikahnya, Alhamdulillah gini kan enak, jadi gak perlu nikah tanpa restu orang tua dan dinikahkan dengan wali hakim pula, senanganyah Alhamdulillah…

Nah… seperti yang sudah saya katakan di awal, kali ini kasusnya gak jauh beda. Sebut saja Rina gadis berjilbab asal gorontalo, berdomisili di Gorontalo dan Rafi asal Makassar suku bugis. Mereka pun berniat untuk segera menikah, namun keinginan mereka ditentang oleh orang tua Rina, alasan tentu saja karena Rafi berasal dari Makassar, orang tua Rina tak ingin anaknya menikah dengan lelaki Makassar. Tak jauh beda dengan Dewi, Rina pun akan dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya, tentu saja Rina tak akan mau yang berujung pada pengusiran Rina oleh orang tuanya. Dari Gorontalo Rina akhirnya sampai ke Makassar datang meminta haknya untuk memilih dengan siapa ia ingin menikah. “Kalau saja Rina setuju untuk dijodohkan dengan laki-laki lain tentu saja saya akan menerima itu, masalahnya kan dia juga tidak setuju om” kata Rafi kepada ayah di sela-sela curhatan mereka.

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (megerjakan) kebajikan dan takwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah : 2)

Ada sebuah catatan yang perlu diingat bahwasanya pertolongan yang dilakukan hendaknya terbatas bila kedua belah pihak adalah shalih. Jika tidak atau salah satunya fasiq, maka bantuan itu hendaknya tidak usah ada, bahkan wajib pihak yang shalih itu diingatkan agar tidak mencintai orang yang sesat, dengan memberikan peringatan akan kewajiban memilih teman hidup berdasarkan pemikiran yang stabil dan penelitian yang mendalam. Bukan berdasarkan hawa nafsu dan cinta lalu sebagai hasil impan, sehingga hal itu menyebabkan adanya perceraian atau akibat yang tidak terpuji. Karena cinta itu bukan segalanya wahai saudara dan saudariku, banyak faktor yang masing-masing akan bepengaruh kepada keberhasilan kehidupan rumah tangga.

“Membantulah kamu niscaya kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah akan memutuskan apa yang disukai-Nya lewat lisan Rasul-Nya” (HR. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasai)

Lalu simaklah kisah-kisah berikut:

“Di zaman Rasulullah ada seorang yang menikahkan putrinya yang sebelumnya telah dipinang oleh orang lain. Sampailah berita itu kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Bahwa putri itu tidak menyukai orang yang dinikahkannya oleh sang ayah itu, dan bahwa dia lebih menyukai bila dunikahkan dengan orang lain itu tadi. Maka beliau pun membatalkan pernikahan sang ayah dan menikahkan putri itu dengan orang yang dia sukai.” (HR. Bukhari, An Nasai dan Ibnu Majah dengan lafadz yang lain)

Ada seorang pemuda Arab dihadapkan kepada Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu. Pemuda itu didapatkan berada di rumah orang pada malam hari. Beliau bertanya : “Bagaimana ceritamu wahai anak muda?” dia menjawab : “Saya bukanlah pencuri, tetapi percayalah padaku begini : saya melihat di rumah Ar Rabah ada seorang gadis yang matahari dan bulan menunjukkan kecantikannya. Dia mempunyai kecantikan dan derajad yang menumbuhkan jiwa. Jika saya kagum kepada kecantikannya maka itu tak salah lagi. Ketika aku mengetuk pintu rumah itu dengan membawa cinta yang paling suci, dan di rumah itu ada bara api yang dinyalakan sang gadis, maka seisi rumah segera menangkapku dan berteriak “Dia maling yang harus dibunuh atau ditangkap

Ketika Ali mendengar syi’ir pemuda itu maka beliaupun menjadi lembut dan berkata kepada Mahlab bin Rabah (pemilik rumah tu) : “izinkanlah dia dengan gadis itu, dan saya ganti harganya”. Mahlab berkata : “wahai Amirul Mu’minin, tanyakan siapakah dia itu supaya kita mengetahui nasabnya”. Maka pemuda itu menjawab : “ saya adalah An Nahas bin Uyainah Al ‘Ajali”. Kata Mahlab : “Ambillah gadis itu. Dia punyamu”.
Mu’awiyah bin Abu Sufyan pernah membeli budak perempuan dari Bahrain, dan dia pun sangat mengaguminya. Suatu hari dia mendengar budak itu mendendangkan beberapa bait yang antara lain: “Aku berpisah dengannya bagaikan dahan yang gugur di bumi dan terbuang setelah tumbuh dengan bagusnya”. Setelah Mu’awiyah menanyainya, wanita itu menjawab: “Dia adalah anak pamanku”. Maka Mu’awiyah pun mengembalikannya kepada lelaki itu padahal hatinya masih mencintainya.”

Ketika dalam perjalanan haji, ada seorang Badui memanggil Al Mahdi : “wahai Amirul Mu’minin, saya lagi jatuh cinta”. Orang itu mengeraskan suaranya. Maka beliau bertanya kepada pelayan : “Celaka, ada apa ini?” dijawab : Ada orang yang berteriak “aku lagi jatuh cinta”. Beliau berkata : “Bawa kemari dia”. Lalu beliau menanyainya : “Siapa yang kau rindukan?”. Orang itu menjawab : “Dia adalah putri pamanku”. Beliau bertanya : “ Apakah dia punya ayah?”. Dijawab : “ya”. Ditanya lagi : “Kenapa ayahnya tidak menikahkannya denganmu?”. Dia menjawab : “Ada suatu perkara, wahai Amirul Mu’minin”. Tanya beliau : “Apa itu?”. Dijawabnya : “Saya adalah Hajin (orang yang ibunya adalah budak wanita bukan bangsa Arab). Beliau bertanya lagi : “ Memangnya kenapa?” lelaki itu menjawab : “Itu bagi kami adalah aib”. Maka Al Mahdi mengutus untuk mencari ayah wanita yang dimaksud, sehingga sang ayah menghadap beliau. Beliau bertanya :” ini anak saudaramu?” dijawab : “Ya”. “Kenapa tidak kau kawinkan saja dengan putrimu? “, Tanya beliau lagi. Lalu orang tua itu mengatakan sama seperti apa yang dikatakan keponakannya. Beliau sendiri termasuk keturunan Abbas, dan di situ ada beberapa orang. Lalu beliau berkata : “Mereka semua adalah Bani Abbas. Mereka adalah orang-orang Hajin. Apakah perkawinan mereka berbahaya?” orang itu berkata : “Tetapi hal itu aib bagi kami”. Beliau berkata : “Kawinkanlah dia dengan putrimu itu. Saya bayar 20.000 dirham. Sepuluh ribu untuk membayar aib dan sepuluh ribu lagi adalah maharnya”. Orang itu menjawab : “ya”. Maka beliaupun memuji kepada Allah dan mengamankan pemuda dan gadis itu, serta memberikan dua puluh ribu dirham kepada sang ayah. Pemuda itu pun lalu mendengarkan syi’ir : aku beli seekor kijang dengan mahal, tetapi yang mahal itu memeberiku beberapa kali lipatnya. Aku tinggalkan pasaran ketampanan kepada keluarganya, karena ketampanan itu meskipun murah tetapi mahal. (Raudlatul Muhibbin, halaman 375-382).

Demikianlah, ternyata kisah-kisah pernikahan semacam itu sudah ada sejak zaman Rasulullah, sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in dan sampai akhir zaman, hmmm berarti udah ngetren dari dulu dunk…

Apa yang saya tulis ini semoga bermanfaat dan menjadi sebuah pencerahan khususnya buat para orang tua dan muda mudi, jangan ada lagi “pernikahan kesandung beda suku” atau alasan yang tidak syar’i yang tidak menghalangi kedua belah pihak untuk menikah. Buat Rina dan Rafi dan mungkin bagi sobat muda yang punya masalah serupa, semoga urusan kalian dimudahkan dan akhirnya berujung kepada pernikahan yang barokah, menyusul Dewi dan Rudi. Amiin AllahummaAmiin.

Sumber rujukan : Tuhfatul ‘Arus aw Az Zawaj Al Islami As Sa’id oleh Mahmud Mahdi Al Istambuli (Pendidikan Keluarga dalam Islam, alih bahasa oleh Adib Al ‘Arif dan Sani Abu Zahra). Sumber: Sobat Muda dotcom.