Wednesday, September 2, 2009

Hak Suami Yang Harus Dipenuhi Istri (4)

Isteri Harus Berhias Dan Mempercantik Diri Untuk Suami, Selalu Tersenyum Dan Tidak Bermuka Masam. Di Hadapan Suaminya, Juga Jangan Sampai Ia Memperlihatkan Keadaan Yang Tidak Disukai Oleh Suaminya

Seorang isteri tidak boleh meremehkan kebersihan dirinya, sebab kebersihan merupakan bagian dari iman. Dia harus selalu mengikuti sunnah, seperti membersihkan dirinya, mandi, memakai minyak wangi dan merawat dirinya agar ia selalu berpenampilan bersih dan harum di hadapan suaminya, hal ini menyebabkan terus berseminya cinta kasih di antara keduanya dan kehidupan ini akan terasa nikmat.

Berhias untuk suami adalah dianjurkan selagi dalam batas-batas yang tidak dilarang oleh syari’at, seperti mencukur alis, menyambung rambut, mentato tubuhnya dan lainnya.

Seorang isteri ideal selalu nampak ceria, lemah lembut dan menyenangkan suami. Jika suami pulang ke rumah setelah seharian bekerja, maka ia mendapatkan sesuatu yang dapat menenangkan dan menghibur hatinya. Jika suami mendapati isteri yang bersolek dan ceria menyambut kedatangannya, maka ia telah mendapatkan ketenangan yang hakiki dari isterinya .

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” [Ar-Ruum : 21]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Artinya : Sebaik-baik isteri adalah yang menyenangkan jika engkau melihatnya, taat jika engkau menyuruhnya, serta menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi.” [1]

Seorang Isteri Tidak Boleh Mengungkit-ungkit Apa Yang Pernah Ia Berikan Dari Hartanya Kepada Suaminya Maupun Keluarganya

Karena menyebut-nyebut pemberian dapat membatalkan pahala. Allah Ta’ala berfirman:

“Artinya ; Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima).” [Al-Baqarah : 264]

Seorang Isteri Tidak Boleh Menyakiti Suami, Baik Dengan Ucapan Maupun Perbuatan
Seorang isteri tidak boleh memanggil suami dengan kejelekan atau mencaci-makinya karena yang demikian itu dapat menyakiti hati suami.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Artinya : Tidaklah seorang isteri menyakiti suaminya di dunia, melainkan isterinya dari para bidadari Surga akan berkata, ‘Janganlah engkau menyakitinya. Celakalah dirimu! Karena ia hanya sejenak berkumpul denganmu yang kemudian meninggalkan-mu untuk kembali kepada kami.” [2]

Isteri Harus Dapat Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua Dan Kerabat Suami

Karena seorang isteri tidak dianggap berbuat baik kepada suaminya jika ia memperlakukan orang tua dan kerabatnya dengan kejelekan. Setiap isteri harus memperhatikan kedua orang tua suami dan berbuat baik kepada mereka.

Isteri Harus Pandai Menjaga Rahasia Suami Dan Rahasia Rumah Tangga. Jangan Sekali-kali Ia Menyebarluaskannya

Isteri yang shalihah tidak boleh mengabarkan/ menceritakan suaminya kepada orang lain, tidak membocorkan rahasianya dan tidak membuka apa yang disembunyikan dan tidak membuka aib suaminya. Dan di antara rahasia yang paling dalam adalah perkara ranjang suami-isteri. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hal itu.

Isteri Harus Bersungguh-Sungguh Dalam Menjaga Keberlangsungan Rumah Tangga Bersama Suami-nya

Janganlah ia meminta cerai tanpa ada alasan yang disyari’atkan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Artinya ; Siapa pun isteri yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang benar, maka ia tidak akan mencium aroma Surga.” [3]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

“Para isteri yang meminta cerai adalah orang-orang munafik.” [4]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, dari ‘Abdullah bin Salam. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 3299).
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1174), dari Shahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu.
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2226) dan at-Tirmidzi (no. 1187, 2055) dari Shahabat Tsauban radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 2035).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1186) dari Shahabat Tsauban radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 632) dan Shahiihul Jaami’ (no. 6681). Point 4-9 dinukil dari kitab al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz (hal. 305-309) secara ringkas.

Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/2321/slash/0