Friday, July 27, 2007

Muttafaqun’Alayh

Bagi kita yang sering berkecimpung dalam dunia hadits (Ilmu Hadits) mungkin tidak heran jika dikatakan atau mendengar “Hadits Muttafaqun ‘Alaihi”, Namun bagi mereka yang awam, tentunya bertanya-tanya akan hal ini, Pertanyaan yang muncul beragam. Seorang murid MAN pernah saya tanya, “Apa yang dimaksud dengan Muttafaqun ‘Alaihi” ? Trus dengan lugunya dia menjawab, “Ustadz, itu nama kota ya..?”

Apakah Kedua Imam Hadits (Bukhary dan Muslim) pernah bersepakat?

Sebenarnya, kedua imam hadits, al-Bukhari dan Muslim tidak pernah menyatakan secara jelas (implisit) perihal persyaratan yang disyaratkan atau ditentukan oleh mereka berdua sebagai tambahan atas persyaratan-persyaratan yang telah disepakati di dalam menilai hadits yang shahih pada pembahasan sebelumnya. Akan tetapi para ulama peneliti melalui proses pemantauan (follow up) dan analisis terhadap metode-metode yang digunakan oleh keduanya mendapatkan apa yang dapat mereka anggap sebagai persyaratan yang dikemukakan oleh keduanya atau salah seorang dari keduanya.
Dapat dikatakan bahawa yang dimaksudkan dengan persyaratan asy-Syaikhan atau salah satu dari keduanya adalah bahawa hadits tersebut hendaklah diriwayatkan dari jalur Rijal (para periwayat) dari kedua kitab tersebut atau salah satu darinya dengan memperhatikan metode yang digunakan keduanya di dalam meriwayatkan hadits-hadits dari mereka.
 
Makna Kata “Muttafaqun ‘Alaih”

Maksudnya adalah hadits tersebut disepakati oleh kedua Imam hadits, iaitu al-Bukhari dan Muslim, yakni kesepakatan mereka berdua atas keshahihannya, bukan kesepakatan umat Islam. Hanya saja, Ibn ash-Shalâh memasukkan juga ke dalam makna itu kesepakatan umat sebab umat memang sudah bersepakat untuk menerima hadits-hadits yang telah disepakati oleh keduanya. (’Ulûm al-Hadîts:24)
Apakah Agar Dinilai Shahih, Hadits Tersebut Harus Merupakan Hadits ‘Azîz ?
 
Hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan pada setiap level periwayatannya (thabaqat sanad) tidak kurang dari dua orang periwayat. Dalam hal ini, apakah agar suatu hadits dinyatakan shahih, maka syaratnya harus paling tidak diriwayatkan oleh tidak kurang dari dua periwayat pada setiap level periwayatannya?.
 
Pendapat yang benar, bahawa hal itu tidak disyaratkan sebab di dalam kedua kitab shahih (ash-Shahîhain) dan selain keduanya juga terdapat hadits-hadits shahih padahal ia bukan hadits ‘Aziz itu, tetapi malah hadits Gharîb (yang diriwayatkan pada oleh seorang periwayat saja).
Ada sementara kalangan ulama seperti ‘Ali al-Jubaiy, tokoh mu’tazilah dan al-Hâkim yang mengklaim hal itu namun pendapat mereka ini bertentangan dengan kesepakatan umat Islam.
 
(SUMBER: Taysir Mushthalah al-Hadits karya Mahmud ath-Thahan)
taken from here