Saturday, August 23, 2008

Ciri Wanita Ahli Syurga

Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.


Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad : 15)
“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah : 10-21)
Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, diantaranya :
“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah : 22-23)
“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)
“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman : 58)
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :
“ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu)
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)
Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

Bertakwa.
Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.
Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.
Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.
Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.
Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.
Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.
Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.
Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.
Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.
Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).
Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.
Berbakti kepada kedua orang tua.
Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :
“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).
Wallahu A’lam Bis Shawab.

(Dikutip dari tulisan al ustadz Azhari Asri, judul asli Wanita Ahli Surga Dan Ciri-Cirinya. MUSLIMAH XVII/1418/1997/Kajian Kali Ini)

Wednesday, August 20, 2008

Beda Salaf dengan Salafi

FA AQIM WAJHAKA LID DIINI HANIFA! …
___________________________________
BEDA SALAF DENGAN SALAFI SEBUAH MAKAR UNTUK MENJATUHKAN MANHAJ SALAF Oleh Abu Ahmad As-Salafi

TAQDIM

Di antara karakateristik ahli bid’ah dari masa ke masa bahwasanya mereka selalu mencela dan mencoreng citra Ahli Sunnah wa Jama’ah untuk menjatuhkan umat dari al-haq. Al-Imam Abu Hatim Ar-Razi berkata : “Ciri ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar’ (Ahlu Sunnah hlm. 24). Al-Imam Abu Utsman Ash-Shobuni rahimahullah berkata : “Tanda yang paling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya permusuhan mereka kepada pembawa sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka melecehkan dan menghina ahli Sunnah dan menamakan ahli Sunnah dengan Hasyawiyah, Jahalah, Dhohiriyyah, dan Musyabbihah” [Aqidah Salaf Ashabul Hadits, hlm. 116]

Diantara deretan buku-buku “hitam” yang mencela Salafiyyin dan Dakwah Salafiyyah adalah buku Beda Salaf dengan Salafi yang beredar baru-baru ini di tanah air, buku ini sarat dengan syubhat-syubhat yang sangat berbahaya. 

Untuk menunaikan kewajiban kami dalam nasehat kepada kaum muslimin dan membela dakwah yang haq maka dengan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan kami paparkan studi kritis terhadap buku ini agar menjadi kewaspadaan dan peringatan bagi kita semua.

PENULIS DAN PENERBIT BUKU

Judul asli buku ini adalah Kasyful Haqa’iq Al-Khafiyyah Inda Mudda’is Salafiyyah, ditulis oleh Mu’tab bin Suryan Al-Ashimi, diterjemahkan oleh Wahyuddin dan Abu Ja’far Al-Indunisy, dan diterbitkan oleh Media Islamika Solo cetakan pertama Agustus 2007

Sebagai catatan bahwa terjemahan dari kitab asli buku ini hanya sampai hlm. 88, adapun hlm. 89-223 adalah tambahan dari penerbit.

MENYEBARKAN KERAGUAN “MANHAJ TASHNIF”

Tashnifunnas (klasifikasi manusia) yaitu menisbahkan pelaku bid’ah kepada kebid’ahannya, menisbahkan pendusta kepada kedustaannya, dan menisbahkan seorang yang dijarh kepada jarhnya sebagaimana di dalam kitab-kitab jarh wa ta’dil.

Penulis telah menyebarkan keragu-raguan terhadap manhaj tashnif ini dengan menyebutnya sebagai tugas iblis!! (hlm. 45), dan dia sebut sebagai fitnah!! (hlm.58).

Padahal tashnif ini adalah haq tidak ada keraguan di dalamnya, Ahli Sunnah wal Jama’ah telah sepakat atas shahihnya penisbatan orang yang dikenal dengan suatu kebid’ahan kepada bid’ahnya sebagaimana diketahui oleh setiap orang yang mau menelaah kitab-kitab salaf. Barangsiapa yang dikenal dengan bid’ah Qodar maka dia dikatakan Qodari, barangsiapa yang dikenal dengan bid’ah Khowarij maka dia dikatakan Khoriji, barangsiapa yang dikenal dengna bid’ah Irja’ maka dia dikatakan Murji’, barangsiapa yang dikenal dengan bid’ah Rofdh maka dia dikatakan Rofidhi, dan seterusnya.

Tashnif ini juga terdapat dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti penisbahan kelompok pengingkar takdir kepada bid’ah mereka sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Qodariyyah adalah Majusinya umat ini, jika mereka sakit maka janganlah kalian menjenguk mereka, dan jika mereka mati maka janganlah kalian melawat mereka’ [Diriwaytkan Abu Dawud dalam Sunannya 4/222 dan dihasankan Syaikh Al-Albany dalam Shahihul Jami’ : 4442]
Demikian juga kelompok Khowarij yang diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits yang banyak sekali yang mencapai derajat mutawatir.

Tashnif ini juga terdapat di dalam perkataan para Salafush Shalih dari kalangan sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para imam, seperti riwayat dari Abu Umamah bahwasanya dia menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka” [Al-An’am : 159]
Dia tafsirkan abahwa mereka adalah Khowarij. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/197]

Abdullah bin Abi Aufa –salah seorang sahabat- berkata : “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat Azariqoh! Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat Azariqoh! Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kami bahwa mereka adalah anjing-anjing neraka”. Berktalah perawi darinya : “Azariqoh saja atau Khowarij semuanya?” Dia berkata : “Bahkan Khowarij semuanya” [Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam Musnadnya dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam Dhilalul Jannah fi Takhrijis Sunnah]
Al-Imam Sufyan bin Uyainah berkata tentang Ismail bin Humaid : “Dia adalah Baihasi”. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Baihasiyyah adalah nama sebuah kelompok Khowarij dari kelompok Shofariyyah yang memandang wajibnya memberontak kepada para pemimpin yang curang” [Lihat Tahdzibut Tahdzib 1/305]
Al-Imam Abu Dawud berkata tentang Ishaq bin Robi’:”Dia adalah Qodari’ [Lihat Tahdzibut Tahdzib 1/203]

Maka tashnifunnaas adalah hal yang disepakti oleh umat ini dan bukanlah perkara yang baru.

KONTRADIKSI PENULIS

Penulis begitu sinis terhadap manhaj tashnif tetapi dia sendiri memakainya, di dalam hlm. 71-72 dari bukunya ini dia klasifikasi lawan-lawannya menjadi 6 kelompok :

Kami katakan :”Duhai alangkah miripnya hari ini dengan kemarin, dahulu Muhammad Surur membagi lawan-lawannya menjadi 6 tingkatan penghambaan : (1) George Bush presiden Amerika. (2). Para penguasa di negeri-negeri Arab. (3). Para pembantu penguasa negeri-ngeri Arab dari para menteri, para penasehat, dan yang lainnya. (4, 5,dan 6) adalah para pejabat tinggi di kementrian. Kemudian dia katakan bahwa para ulama Saudi seperti Syaikh Bin Baz rahimahullah, Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah dan Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidhahullah sebagai budak-budak budaknya budak dan majikan mereka adalah orang Nasrani!!! [Majalah As-Sunnah Al-Britaniyyah, edisi 26 Jumada Ula 1413H, hlm. 2-3]
“Hati mereka serupa . sesungguhnya kami telah menjelaskan tanda-tanda kakuasaan Kami kepada kaum yang yakin” [Al-Baqarah : 118]
Dan lihatlah bagaimana teman-teman Muhammad Surur dari kelompok Quthbiyyin membagi para ulama menjadi ulama yang faham waqi’ dan ulama yang tidak fawah waqi’, mereka merendahkan dan melecehkan para ulama Salafiyyin dengan mengatakan bahwa mereka bukanlah rujukan kaum muslimin karena mereka tidak faham waqi’ (realita) sebagaimana dikatakan oleh Salman dalam Majalah Al-Ishlah Emirat Arab edisi 223 28/1, dan Abdurrahman Abdul Khaliq dalam kitabnya Khuthuth Roisiyah Liba’tsil Ummah Islamiyyah hlm. 73-78 (Lihat Madarikun Nazhar hlm. 271 dan Jama’ah Wahidah hlm. 40). Di sisi lain mereka membagi ulama menjadi ulama sulthon (ulama penguasa) dan sulthonul ulama yaitu kelompok mereka sebagaimana dikatakan oleh Aidh Al-Qorni di dalam Qoshidahnya yang berjudul Da’il Hawasyi Wakhruj (tinggalkanlah para antek penguasa dan keluarlah)!

Maka kami katakan bahwa penulis bersikap plin-plan dalam menyikapi tashnif, jika tashnif dirasa merugikannya maka dia tolak, dan jika dirasakan menguntungkannya maka dia pakai. Hal seperti inilah yang dilakukan oleh para ahli bid’ah dan pengekor hawa nafsu, mereka mengklasifikasi manusia semau mereka sesuai dengan hawa nafsu mereka, mereka mengklasifikasi para ulama menjadi ulama politik dan ulama haidh dan nifas!. Di sisi lain tatkala para ulama sunnah mentashnif (mengklasifikasi) para gembong mereka kepada masing-masing kebid’ahan mereka maka dengan serentak mereka marah dan membabi buta, mereka sebarkan keragu-raguan kepada umat tentang masalah tashnif yang haq dengan maksud untuk melindungi nama dan kedudukan gembong-gembong mereka.

MENYEBARKAN KEBENCIAN TERHADAP ISTILAH SALAFI DAN SALAFIYYAH

Penulis begitu getol di dalam menyebarkan kebencian terhadap nisbah salafi dan salafiyyah, dia katakan bahwa nisbah as-salafi atau al-atsari sebagai suatu kesombongan! (hlm. 42). Bahkan dia buat manusia ngeri memakai istilah salafi dengan dia katakan bahwa para pengaku salafi adalah pelaku kejahatan! (hlm.74).

Padahal tidak ada yang lebih membanggakan seorang muslim dari menisbahkan diri kepada salaf, lafadz salafiyyah atau salafi tidaklah digunakan oleh para ulama Ahli Sunnah kecuali dalam kebaikan, lihatlah dalam kitab-kitab para ulama terutama dalam kitab-kitab biografi mereka tidaklah menyebut salaf atau salafi melainkan sebagai pujian, begitu sering para ulama menyebutkan biografi seseorang dan menyebutkan di antara manaqibnya adalah karena dia berjalan diatas manhaj salafi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : “Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, menisbahkan diri kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama. Karena sesungguhnya madzhab salaf adalah haq, jika dia sesuai dengan salaf secara lahir dan batin, maka dia seperti seorang mukmin yang di atas kebenaran secara lahir dan batin” [Majmu Fatawa 4/149]
Al-Hafidz Adz-Dzahabi rahimahullah sering menyebutkan nisbah kepada salaf (as-salafi) ketika menyebutkan biografi para ulama.:

Ketika menyebutkan biografi Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi dalam Siyar A’lamin Nubala 13/183 berkata : “Aku tidaklah mengetahui Ya’qub Al-Fasawi kecuali seorang salafi”
Ketika menyebutkan biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani beliau berkata : “Dia adalah seorang yang beragama, baik, dan seorang salafi” [Mu’jam Syuyuh 843]
Ketika menyebutkan biografi Al-Imam Daruquthni beliau mengatakan :”Dia tidak pernah masuk sama sekali dalam ilmu kalam dan jadal, bahkan dia adalah seorang salafi’ [Siyar 16/457]
Ketika menyebutkan biografi Abu Thohir As-Silafi beliau mengatakan :”As-Silafi diambil dari kata As-Salafi yaitu yang berjalan di atas madzhab salaf” [Siyar 21/6]
Ketika menyebutkan biografi Al-Hafidzh Ibnu Sholah rahimahullah beliau mengatakan : “Dia adalah seorang salafi, bagus aqidahnya ..” [Tadzkirotul Huffadz 4/1431]

Dan merupakan hal yang dimaklumi bahwa kelompok-kelompok bid’ah sangat menjauhi intisab kepada salaf, sampai-sampai kelompok yang mengaku beraqidah salaf pun juga menjauhi dan menghindari penisbatan kepada salaf, inilah syi’ar ahli bid’ah dari masa ke masa sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Syi’ar ahli bid’ah adalah tidak mau ittiba’ kepada salaf” [Majmu Fatawa 4/100]

Kelompok-kelompok bid’ah ini mengetahui bahwasanya dengan meninggalkan intisab kepada salaf maka mereka dengan leluasa menghukumi segala sesuatu dengan akal mereka, perasaan mereka dan eksperimen-eksperimen mereka!

Inilah realita yang menujukkan keagungan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar nampak jelas dakwah yang haq dari setiap kebatilan yang hendak menyerupainya, dan agar dakwah yang haq murni dari segala macam kotoran hendak mencampurinya.

MEMBUAT OPINI BAHWA PARA ULAMA MEMBENCI NISBAH SALAFI DAN SALAFIYYAH

Penulis banyak menukil perkataan para ulama yang mengesankan bahwa para ulama tersebut tidak suka kepada nisbah As-Salafi, Al-Atsari, As-Salafiyyah dan yang semisalnya. Nukilan-nukilan ini harus dicek ulang karena kedustaan adalah ciri khas dari setiap ahli bid’ah, Al-Imam Ali bin Harb Al-Maushili berkata :”Setiap ahli hawa (pengekor hawa nafsu) selalu berdusta dan tidak peduli dengan kedustaannya!” (Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Kifayah hlm. 123) Di antara nama-nama yang dicatut oleh penulis dari para ulama adalah Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, dan Syaikh Shalih Al-Fauzan

Padahal kenyataan yang sebenarnya bahwa para ulama yang disebut nama-namanya di atas selalu mengajak manusia agar ittiba’ kepada manhaj salafi sebagaimana di dalam nukilan-nukilan berikut ini.
Syaikh Ibnu Baz pernah ditanya :”Apa yang engkau katakan terhadap orang yang memberi nama dengan As-Salafi dan Al-Atsari, apakah hal itu termasuk tazkiyah?” Beliau rahimahullah menjawab :”Kalau memang benar dia Atsari (menapaki atsar pendahulunya) atau Salafi (mengikuti pemahaman Salaf As-Shalih) maka tidak mengapa, semisal apa yang dikatakan para salaf, mereka mengatakan ‘Fulan Salafi, Fulan Atsari’, ini adalah sebuah tazkiyah yang seharusnya, tazkiyah yang wajib’ [Muhadhoroh dengan tema Haq Al-Muslim tgl. 16/1/1423H di Thoif]

Berkata Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah :”Penamaan dengan As-Salafiyah apabila memang benar maka tidak mengapa, namun apabila cuma sekedar pengakuan belaka, maka tidak boleh menamakan dengan As-Salafiyyah karena ia tidak berada pada manhaj Salaf” [Al-Ajwibah Mufidah. 15]
Telah datang suatu pertanyaan kepada Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidhahullah yang berbunyi :”Apakah salafiyyah adalah suatu hizb (kelompok) dan apakah menisbahkan diri kepadanya adalah hal yang tercela?” Maka beliau menjawab :”Salafiyah adalah Firqotun Najiah (kelompok yang selamat) mereka adalah Ahli Sunnah wal Jama’ah, bukan suatu hizb yang dinamakan sekarang sebagai kelompok-kelompok atau partai-partai, sesungguhnya dia adalah suatu jama’ah, jama’ah yang berjalan di atas sunnah.. maka Salafiyyah adalah jama’ah yang berjalan di atas madzhab Salaf dan di atas jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dan dia bukanlah salah satu kelompok dari kelompok-kelompok yang muncul sekarang ini, karena dia adalah jama’ah yang terdahulu dari zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus berlanjut terus menerus di atas kebenaran dan nampak hingga hari Kiamat sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Dari kaset yang berjudul At-Tahdzir Minal Bida’]
Dan termasuk mereka juga (para ulama yang membolehkan penisbahan tersebut) Syaikh Al-Fadzil Ali bin Nasir Faqihi di dalam kitabnya Al-Fath Al-Mubin Bir –Rod Ala Naqd Abdillah Al-Ghumari Likitabil Arbain” [Lihat Kun Salafiyan Alal Jaddah 44]

MENCOMOT FATWA-FATWA ULAMA YANG SEJALAN DENGAN KEPENTINGAN MEREKA

Diakhir buku penerbit menambahkan lampiran-lampiran buku mereka ini yang dua kali lipat dibandingkan dengan buku aslinya, di antara lampiran-lampiran tersebut terdapat Fatwa Lajnah Daimah yang mengkritik sebagian tulisan dari Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi, yang pada hari-hari ini Hizbiyyun begitu semangat di dalam menebarkannya.

Sikap para hizbiyyun ini sangat mengherankan sekali, karena sepanjang sejarah perjalanan mereka baru kali ini mereka begitu antusias untuk menukil sebuah fatwa dari para ulama Saudi Arabia. Tempo hari mereka menuding para ulama Saudi hanyalah ulama haid dan nifas, tidak paham realita, antek-antek CIA, ulama penguasa, dan sederet tuduhan-tuduhan keji yang lainnya!. Kemudian hari ini dengan serempak mereka menukil sebuah fatwa dari para ulama Saudi Arabia dan menyebarluaskannya?!

Sehubungan dengan Fatwa Lajnah Daimah ini kami nukilkan tanggapan dari Syaikh Dr Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh –Imam Masjid Nabawi dan Qadhi di Pengadilan Tinggi Madinah Nabawiyyah- di dalam ceramah beliau yang berjudul Ala Thoriqi Sunnah pada tanggal 5 Rabi’ul Awwal 1422H : “Yang kami yakini dan yang kami pertanggung jawabkan dihadapan Allah bahwasanya Syaikh Ali hafidhahullah dan gurunya –Syaikh Al-Albani rahimahullah- paling jauh di antara manusia dari madzhab Murji’ah –sebagaimana telah kami katakan sebelumnya. Syaikh Ali –demikian juga Syaikh Al-Albani rahimahullah- -jika dikatakan kepadanya : Apakah defenisi iman? Tidak akan kita dapati dalam ucapannya perkataan Murji’ah yang mengatakan bahwa amalan tidak masuk dalam keimanan. Bahkan nash-nash Syaikh Al-Albani rahimahullah menashkan bahwa defenisi iman adalah :”Keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan, dan amalan dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan” [Lihat Tanbihat Mutawaimah hal. 553-557]

PENUTUP

Inilah di antara hal-hal yang bisa kami paparkan dari sebagian bantahan terhadap syubhat-syubhat buku ini, yang intinya bahwa buku ini hendak menjatuhkan manhaj tashnif untuk mengaburkan antara ahli Sunnah dan ahli bid’ah dan sekaligus menjauhkan manusia dari manhaj Salafush Shalih. Semoga Alah Subhanahu wa Ta’ala selalu meneguhkan kita di atas sunnah dan menjauhkan kita dari semua kebid’ahan. Amin

[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 8, Th. Ke-7 1429/2008. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]
__________
FooteNote
[1]. Di dalam terjemahnya tertulis Al-Uqdah, ini adalah kekeliruan dari penerjemah
Link Sumber: Pustaka Amanah.

Judi Terselubung

Pertanyaan :

Assalamu’alaikum, ustadz sebagian orang menuduh kami (kami sebut “menuduh” karena mereka tidak menyertai dalilnya) dalam situsnya, telah mendukung PERJUDIAN TERSELUBUNG. Alasannya adalah karena dalam beberapa kegiatan kami, kami menyediakan fasilitas seperti CD kajian, makan siang, blocknote dan lain-lain hanya bagi beberapa pendaftar pertama (misal: bagi 100 pendaftar pertama). Uang untuk membeli fasilitas tersebut adalah uang yang didapatkan panitia dari sponsor atau donatur bukan uang dari pendaftaran peserta. Pertanyaan kami, apakah tuduhan tersebut benar ustadz? Apakah ada dalil yang menunjukkan hal tersebut? Jika bisa, kami ingin meminta keterangan dari para ulama di sana tentang hal ini untuk bisa kami sebarluaskan. Kami ucapkan, jazaakallohu khoir atas kesediaan antum untuk menjawabnya. Wassalamu’alaikum.

Jawaban » Show/Hide


Penanya: LBI Al-Atsary
Dijawab oleh: Ust. Muhammad Arifin Badri

Tuesday, August 12, 2008

Bid’ah-Bid’ah Puasa : Sholat Tarawih di Bulan Ramadhan

Puasa di bulan Ramadhan mempunyai kedudukan yang utama dan tempat yang mulia dalam Islam. Bagi orang yang berpuasa karena iman dan ihtisab (mengharapkan pahala), Allah sendirilah yang mengetahui akan pahala, keutamaan dan kenikmatannya. Akan tetapi pahala puasa itu berbeda-beda, bertambah atau berkurang sesuai dengan dekat atau jauhnya seseorang dalam melaksanakan ibadah puasa dari sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Oleh sebab itu, merupakan suatu keharusan untuk mengingatkan saudara-saudara kita yang berpuasa, beberapa hal yang (sering dilakukan namun) tidak ada petunjuknya dari nabi, yang mana hal ini merupakan perkara bid’ah dan perkara yang diada-adakan. Kami di sini akan menyebutkannya sesuai dengan urutan hari dan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah kita memohon pertolongan. 

Yang pertama : Bid’ah Sahur dan Adzan. 
Menyegerakan makan sahur.
Imsak (menahan diri) dari makan dan minum ketika adzan pertama, yang mereka namakan “adzan Imsak”
Memuntahkan makanan dan minuman dari mulut ketika suara adzan terdengar.
Mandahulukan adzan dari waktu fajar shodiq, dengan alasan untuk hati-hati.
Melafadhkan niat ketika sahur seperti (nawaytu shoumaghodlin ‘an ‘adha’i fardhishyahri romadhona..)

Yang kedua : Bid’ah-bid’ah ketika Berbuka dan selainnya.
Mengakhirkan berbuka dengan klaim alasan untuk menepatkan waktu.
Puasanya para wanita sedangkan mereka dalam keadaan haidh sepanjang siang hari di bulan Ramadhan, dan (ketika) mendekati terbenamnya matahari mereka membatalkan puasa mereka dengan sesuap atau seteguk air.
Menahan diri untuk tidak bersiwak sesudah tergelincir matahari.
Bepergian pada bulan Ramadhan dengan maksud agar tidak berpuasa.

Yang ketiga : Bid’ah-bid’ah shalat tarawih pada bulan ramadhan.
Cepatnya gerakan tarawih sebagaimana cepatnya gerakan burung gagak (mematuk makanan). Bahkan sebagian imam melakukan shalat tarawih 23 rakaat, dalam waktu kurang dari 20 menit.
Membatasi membaca surat tertentu dalam shalat tarawih. Sebagian imam membaca surat al-Fajr atau surat al-A’laa atau seperempat surat ar-Rahman. Diantara keanehan-keanehan lainnya, ada sebagian thariqat shufiyah mengajarkan pada pengikut-pengikut mereka untuk membaca dalam shalat tarawih surat al Buruj, dimana imam membaca pada setiap rakaat hanya satu ayat dari surat tersebut.
Memisahkan antara dua rakaat dengan membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas, kemudian mengucapkan shalawat dan salam atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Yang Keempat : Bid’ah shalat tasbih dalam bulan Ramadhan.
Mengkhususkan shalat tasbih hanya pada bulan Ramadhan.
melakukannya secara berjama’ah
mengkhususkan shalat tasbih pada malam lailatul qadar.

Yang kelima : Shalat-shalat bid’ah yang dilakukan pada bulan Ramadhan.
Shalat pada malam lailatul qadar yang dinamakan “Shalat Lailatul Qadar”.
Shalat “jum’at Yatimah”, yaitu shalat jum’at pada jum’at terakhir dari bulan Ramadhan, dan seluruh penduduk negeri melaksanakan shalat jum’at itu pada masjid yang khusus. (Misalnya) penduduk Mesir shalat di Masjid Amr bin Ash dan penduduk Palestina shalat di Masjid Ibrahimi atau Masjidil Aqsa. [atau penduduk Jawa sholat di Masjid Ampel, pent.]
(Melaksanakan) Shalat wajib 5 waktu sehabis shalat jum’at yatimah, dengan sangkaan bahwasanya shalat-shalat itu menghapus dosa-dosa, atau menghapus shalat yang ditinggalkan.
Seluruh bid’ah-bid’ah ini terdapat pada sebagian besar negeri muslim, dan sebagiannya didapati pada suatu negeri dan tidak terdapat pada negeri yang lainnya. Sekiranya kita menyebutkan bid’ah-bid’ah secara keseluruhan pada seluruh negeri, tentulah akan keluar dari tujuan dan maksudnya, karena tujuan dan maksud tulisan ini hanya untuk mewaspadai dan mengingatkan.

Oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly (diterjemahkan dari majalah Al-Ashalah edisi III). Link Sumber: Abu Salma Al-Atsariy.